Judul asli: Alcatraz Vs The Evil
Librarians
Penulis: Brandon Sanderson
Penerjemah: Dyah Agustine
ISBN: 978-602-61099-7-288
Halaman:
Penerbit: Mizan Fantasi
Harga: Rp 79.000
Rating:3.5/5
Bagaimana jika Dinasourus
sebenarnya belum punah, bahkan gemar membaca?
Atau, jika bahasa Inggris yang
mendunia sebenarnya bukan berasal dari sana?
Lalu, ada bahasa yang sebenarnya
bukan dilupakan, namun masyarakat dibuat lupa?
Terpenting! Bagaimana menurutmu jika
pustakawan ternyata adalah sosok yang kejam?
Tidak percaya?
Baik, silahkan baca buku ini dan
temukan segala hal yang ada di atas. Bersiap-siaplah terkejut!
Sejak kecil, bahkan seumur hidup,
Alcatraz Smedry merupakan anak angkat yang (dianggap) menyulitkan banyak
keluarga. Bakat luar biasanya dalam merusak barang membuat ia sering berpindah
orang tua angkat lebih sering dibandingkan anak seusianya yang lain.
Saat ulang tahun ketiga belas,
sebuah paket hadiah datang dari orang tua kandungnya. Hal ini membuatnya
bingung, apa lagi hadiahnya berupa sekantung pasir. Apa gunanya pasir bagi
seorang anak. Belum lagi kemunculan seorang pria yang mengaku sebagai kakeknya.
Pasir yang ia terima ternyata
bukanlah sembarang pasir. Jika diolah bisa menjadi sebuah senjata maha dasyat.
Sementara bakatnya merusak bukanlah suatu bencana namun anugrah yang didambakan
di dunia lain. Dan ia, sejak lahir sudah menjadi anggota keluarga yang melawan
kezaliman Pustakawan Durjana.
Ternyata pasir tersebut dicuri
oleh musuh besar mereka. Alcatraz
bersama beberapa orang yang tak kalah unik seperti dirinya berusaha
merebut kembali pasir itu. Selanjutnya pembaca akan menikmati bagaimana perjuangan
mereka menemukan pasar itu kembali. Seru!
Bagaimana sebaiknya mengolah buku ini? |
Buku ini membolak-balikkan banyak
hal yang ada di dalam kehidupan nyata. Dimulai dari bakat menghancurkan
Alcatraz yang justru dianggap sebagai
keahlian langka. Senjata yang berupa kacamata, sementara bagi banyak pihak
kacamata justru dianggap sebagai pengganggu aktivitas. Hingga sosok pustakawan.
Pustakawan biasanya digambarkan
menggenakan kacamata berbingkai tanduk dan menata rambut ala kuno atau memiliki
janggut klimis, dan sering diceritakan
bersikap konyol (harusnya mereka melihat pustakawan di kantor saya, penuh gaua
dan ceria). Dalam kisah ini, mereka
justru merupakan sosok yang menyeramkan. Bukan karena kecanggihannya dalam
menggunakan aneka senjata tajam, namun kerena tahu banyak hal dan
menyembunyikan berbagai pengetahuan.
Bahkan perpustakaan yang
identik dengan tempat yang sunyi, justru menjadi area pertarungan yang
lumayan menimbulkan keramaian. Dari sosok yang jatuh terjerembap hingga
menimbulkan keributan, perkelahian
tangan kosong, hingga aneka ledakan.
Sang penulis, Brandon Sanderson,
juga berlaku seolah-olah bagian dari dunia yang ada dalam buku ini.
Kisahnya akan diterbitkan menjadi kisah
fantasi, dan merupakan kisah yang akan disembunyikan oleh para pustakawan.
Perang yang terjadi adalah perang
informasi, kekuatan yang sebenarnya di dunia. Orang-orang percaya saja pada apa yang diberitahukan pada
mereka. Bahkan, orang-orang cerdas pun percaya apa yang mereka baca dan dengar,
jika tidak diberi alasan untuk meragukannya, begitu yang tertera di halaman
115.
Meski saya bukan pembaca kisah
roman, tak urung agak sedikit tak nyaman membaca kalimat di halaman 216,
"Novel-novel roman membuat Benda Hidupnya sangat beringat," kata
bastille. "Tapi otaknya dangkal."
Hem..., termasuk dalam kelas yang mana ya? |
Sebuah kata mengusik rasa ingin
tahu saya. Apa ya arti atau maknanya Rutabangga . Kata tersebut diucapkan oleh
Alcatraz ketika ia bersama sang kakek akan memasuki perpustakaan. Penasaran.
Bagi saya pribadi, buku ini jelas
sangat menghibur. Beberapa kali saya tertawa lepas tanpa peduli berada di mana.
Adegan yang ada seru dan banyak yang mengundang tawa. Sangat cocok dibaca sebagai selingan, tidak
saja oleh remaja namun juga usia dewasa. Untuk para pustakawan, perlu juga membaca
buku ini agar bisa lebih membenahi diri dalam melakukan pelayanan di
perpustakaan.
Selain sebagai hiburan, buku ini
juga bisa dikatakan memberikan motivasi bagi para pembacanya. Seperti yang ada
di halaman 186. "Kebulatan tekad yang sesungguhnya-lebih dari sekedar
menginginkan sesuatu terjadi. Kebulatan tekad adalah menginginkan sesuatu
terjadi, kemudian mencari cara realistis untuk menjamin bahawa apa yang kau
inginkan dapat terjadi."
Tentunya, saya memiliki kalimat
fovorit yang ada di halaman 97.
"Informasi para Pustakawan mengendalikan informasi yang beredar di kota ini-di seluruh negeri. Mereka mengendalikan apa yang boleh dibaca, boleh dilihat, boleh dipelajari. Karena itulah mereka memiliki kekuatan. Kita akan menumbangkan kekuatan itu."
Jelas! Siapa yang menguasai
informasi, kekuatan maha dasyat, maka ia bisa menguasai dunia.
Mari lanjut buku kedua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar