Penulis: Carlos Maria Dominguez
Penerjemah: Ronny Agustinus
Ilustrasi isi: Melia P. Khoo
ISBN: 978-979-1260-62-6
Halaman: 76
Cetakan: Kedua-Oktober 2016
Penerbit: Marjin Kiri
Harga:Rp 33.000
Rating:4/5
Rating:4/5
Mereka masih terus menemaniku. Memberi perlindungan. Keteduhan di musim panas. Membentengiku dari angin. Buku-buku adalah rumahku.
Biasanya saya tidak pernah memperhatikan ketebalan sebuah buku. Sinopsis menarik, banyak yang memberikan rekomendasi, baca segera. Begitu juga buku ini. Saya tahu halamannya tak banyak, tapi sungguh tak mengira tidak sampai 100 halaman.
Masalah? Jelas tidak! Halaman tidak pernah mempengaruhi niat saya untuk membaca. Hanya tak mengira buku setebal ini sudah bisa dikatakan "berat" alias kecil-kecil cabe rawit. Saya jadi penasaran bagaimana karya yang lainnya. Ukurannya juga saya suka, mudah dibawa-bawa. Jika harus dimasukan dalam tas juga tidak memerlukan tempat yang banyak. Cocok untuk teman perjalanan.
Kisahnya dimulai dari meninggalnya seorang dosen plus penggila buku pada tahun 1998 akibat tertabrak mobil ketika sedang menikmati sebuah karya. Siapa bilang buku tidak berbahaya? Kejadian yang menimpa bu Bluma Lennon merupakan contoh nyata untuk tidak menikmati buku sambil berjalan. Bluma tertabrak di tikungan jalan pertama, ketika menyusuri puisi kedua dari buku lawas Poems karya Emily Dickinson. Persis dengan yang ia idam-idamkan, ngeri juga impian seorang penggila buku.
Salah seorang rekan Bluma di Jurusan Sastra Amerika Latin Universitas Cambridge, London, menggantikannya. Ia memakai ruang kantor serta mengajar mata kuliahnya. Nama rekan Bluma tidak pernah disebutkan, hanya dikenal dengan aku. Unik juga. Sering saya menemukan novel dengan nama tokoh yang susah diingat, karya ini malah tidak memberikan nama bagi tokohnya.
Suatu ketika, aku menerima paket. Sebenarnya paket itu untuk Bluma, namun karena ia yang sekarang memakai kantor Bluma maka secara otomatis paket tersebut diserahkan padanya. Menilik perangko yang ada, paket tersebut berasal dari Uruguay.
Bukan paket yang membuat resah aku, namun isinya. Bisa ditebak isinya adalah buku. Namun ini bukan sembarang buku, sebuah edisi lama dari La inea de sombra, terjemahan Spanyol dari The Shadow-Line karya Joseph Conrad. Bukan, bukan judul buku, tapi kondisi buku yang membuat aku terkejut.
Pada sampul depan dan belakang buku terdapat kotoran berkerak. Pinggir-pinggir halamannya dilapisi partikel-partikel semen yang meninggalkan debu halus di permukaan meja. Seandainya buku itu bisa bicara, tentu akan panjang kisah yang bisa ia ceritakan terkait kondisinya. Sebagai seorang pencinta buku, aku sungguh merasa terkejut dan terpukul.
Tak ada nama pengirim, hanya ada kalimat persembahan di bagian dalam. Petunjuk yang sangat minim. Sebagai sosok yang merasa kenal luar-dalam sosok Bluma, aku tertarik untuk mengetahui bgaimana buku tersebut bisa berada di mejanya. Siapakah Carlos, nama yang ada dalam kalimat persembahan, bagaimana hubungannya dengan Bluma, terpenting kenapa kondisi buku menjadi seperti demikian.
Selanjutnya, pembaca akan diajak menikmati perjalanan aku menemukan sosok Carlos. Berdasarkan hasil penyelidikan, belakangan aku mengetahui bahwa yang ia cari adalah Carlos Brauer. Ia dan Bluma bertemu ketika sama-sama menghadiri konferensi penulis di Montterrey,
Mexico. Dan sepertinya mereka tidak hanya berbagi materi seminar namun juga keseruan lain.
Kisahnya memang sederhana, pencarian sosok yang mengirim buku kembali pada sang pemberi. Namun melalui kisah sederhana tersebut, pembaca diajak mengetahui bagaimana buku diperlakukan, bagaimana seorang begitu mencintai, bahkan menggilai buku.
Tokoh kita, Brauer tidak hanya mengumpulkan buku tapi juga hidup demi buku. Ia mungkin saja menjadi penghancur buku dengan menulis hal-hal yang ia rasakan di pinggir buku, tapi begitulah caranya memuja buku. Bahkan jika buku itu adalah buku antik sekali pun. "Aku sanggamai tiap-tiap buku, dan kalau belum ada bekasnya, berarti belum orgasme."
Meski Tak Segila Brauer Sebagian Koleksi Little Women |
Tokoh kita, Brauer tidak hanya mengumpulkan buku tapi juga hidup demi buku. Ia mungkin saja menjadi penghancur buku dengan menulis hal-hal yang ia rasakan di pinggir buku, tapi begitulah caranya memuja buku. Bahkan jika buku itu adalah buku antik sekali pun. "Aku sanggamai tiap-tiap buku, dan kalau belum ada bekasnya, berarti belum orgasme."
Bagi Brauer, buku harus diperlakukan dengan istimewa. Ia tak akan meletakan karya pengarang yang memiliki pandangan berseberangan secara bersisihan. Ibarat ucapan, ia tak akan meletakan api dan air bersebelahan. Eksentrik buku, mungkin bisa dikatakan kata yang tepat. Ia bahkan merelakan mobilnya untuk diberikan pada orang agar bisa mengisi garasi dengan buku. Ia sibuk menyusun indeks buku dalam bentuk kartu-kartu guna memudahkan ia menemukan buku yang ia cari di antara buku-buku lain yang tak terhingga jumlahnya. Harap diingat, kisah ini mengisahkan kejadian sekitar tahun 1998 dimana penggunaan kartu indeks buku masih sering dipergunakan. Informasi seputar indeks buku bisa dibaca di sini.
Membaca apa yang dilakukan Brauer terhadap buku, membuat apa yang saya lakukan pada koleksi saya jauh tidak berarti. Saya hanya menyimpan mereka dalam boks plastik yang diberi anti lembab, memberi nomor boks tersebut dan membuat semacam katalog. Sementara Brauer, benar-benar hidup bersama buku. Ia membangun rumah dengan mempergunakan buku, dengan begitu buku-buku melindunginya dari hujan, angin dan teriknya matahari. Kegilaan yang bisa membuat pencinta buku merasakan ngeri tak terkira.
Entah mana yang lebih kejam. Menghancurkan buku dengan tidak membacanya, atau menghancurkan buku dengan cara yang dilakukan Brauer. Peristiwa terbakarnya lemari indeks buku, sepertinya membuat Brauer mengalami guncangan yang cukup besar sehingga berbuat seperti itu. Lalu bagaimana dengan kisah tentang buku yang diterima aku? Silahkan baca sendiri, banyak hal tak terduga yang bisa ditemukan dalam kisah ini.
Membaca apa yang dilakukan Brauer terhadap buku, membuat apa yang saya lakukan pada koleksi saya jauh tidak berarti. Saya hanya menyimpan mereka dalam boks plastik yang diberi anti lembab, memberi nomor boks tersebut dan membuat semacam katalog. Sementara Brauer, benar-benar hidup bersama buku. Ia membangun rumah dengan mempergunakan buku, dengan begitu buku-buku melindunginya dari hujan, angin dan teriknya matahari. Kegilaan yang bisa membuat pencinta buku merasakan ngeri tak terkira.
Entah mana yang lebih kejam. Menghancurkan buku dengan tidak membacanya, atau menghancurkan buku dengan cara yang dilakukan Brauer. Peristiwa terbakarnya lemari indeks buku, sepertinya membuat Brauer mengalami guncangan yang cukup besar sehingga berbuat seperti itu. Lalu bagaimana dengan kisah tentang buku yang diterima aku? Silahkan baca sendiri, banyak hal tak terduga yang bisa ditemukan dalam kisah ini.
Kalimat pada halaman 17, merupakan penjelasan dari seorang pemilik toko buku terkenal (dalam kisah ini) pada tokoh aku tentang bibliofil membuat saya menebak-nebak termasuk dalam golongan yang manakah saya.
"Orang-orang ini ada dua golongan, izinkan saya menjelaskan: pertama,
kolektor, yang bertekad mengumpulkan edisi-edisi langka...., atau yang jilidan
apiknya diberi tandatangan oleh Bonet, sekalipun mereka tak pernah
membuka-bukanya selain untuk melihat-lihat halamannya, seperti orang-orang
mengagumi sebuah objek indah. Lainnya, ada para kutu buku, pelahap bacaan yang rakus,
seperti Brauer itu, yang sepanjang umurnya membangun koleksi perpustakaan yang
penting. Pecinta buku tulen, yang sanggup mengeluarkan uang yang tidak sedikit
untuk buku yang akan menyita waktu mereka berjam-jam, tanpa kebutuhan lain
kecuali untuk mempelajari dan memahaminya."
Saya mengoleksi buku tertentu (baiklah, terutama sekali Little Women dan Alice in Wonderland). Beberapa buku tidak saya buka segelnya, maka bagaimana bisa saya tahu isinya. Saya hanya mengagumi mereka. Untuk yang ini saya berada dalam golongan pertama. Namun, saya juga tidak pernah peduli berapa harga yang harus dibayar untuk medapatkan sebuah buku, jika menurut saya buku itu layak dibaca. Tidak membaca walau satu halaman membuat saya merasa tidak nyaman, merasa otak kosong. Bagian ini membuat saya berada dalam golongan kedua. Jadi..., sepertinya saya termasuk golongan keduanya ^_^
Bagi para penyuka, penggila, penimbun dan pengoleksi buku, buku ini layak dibaca dan dimasukan dalam koleksi. Selain penuh dengan berbagai hal menarik seputar dunia buku baik dari sisi penggila buku dan buku itu sendiri, hiburan juga bisa diperoleh dengan membaca buku ini. Agak susah membuat review buku ini tanpa membocorkan kisah mengingat banyak hal menarik yang layak dibagi. Belum lagi berbagai kalimat yang akan membuat pembaca merujar. "gue banget nih." Secara pribadi, saya mendadak beberapa ide terkait buku setelah membaca kisah ini. Mungkin tidak segila Brauer, tapi cukup menantang untuk dicoba.
Beberapa ilustrasi yang terdapat dalam buku ini juga menarik. Dengan melihatnya saja kita akan merasakan kedekatan dengan kisah. Sangat mencerminkan apa yang akan diceritakan dalam bab tersebut. Selingan yang indah dan berguna.
Carlos Maria Dominguez http://www.goodreads.com |
Bagi para penyuka, penggila, penimbun dan pengoleksi buku, buku ini layak dibaca dan dimasukan dalam koleksi. Selain penuh dengan berbagai hal menarik seputar dunia buku baik dari sisi penggila buku dan buku itu sendiri, hiburan juga bisa diperoleh dengan membaca buku ini. Agak susah membuat review buku ini tanpa membocorkan kisah mengingat banyak hal menarik yang layak dibagi. Belum lagi berbagai kalimat yang akan membuat pembaca merujar. "gue banget nih." Secara pribadi, saya mendadak beberapa ide terkait buku setelah membaca kisah ini. Mungkin tidak segila Brauer, tapi cukup menantang untuk dicoba.
Beberapa ilustrasi yang terdapat dalam buku ini juga menarik. Dengan melihatnya saja kita akan merasakan kedekatan dengan kisah. Sangat mencerminkan apa yang akan diceritakan dalam bab tersebut. Selingan yang indah dan berguna.
Carlos María Domínguez lahir di Buenos Aires, Argentina
pada 23 April 1955. Merupakan seorang wartawan dan penulis. Beberapa penghargaan telah ia peroleh. Melalui
novel La mujer hablada ia mendapat The
Bartolomé Hidalgo Prize pada tahun 1995,
The Spanish Embassy in honor of Juan
Carlos Onetti melalui Tres
muescas en mi carabina tahun 2002. Kisah Rumah Kertas, versi aslinya berjudul La casa de papel sudah diterbitkan dalam 20 bahasa.
Masuk wishlist dan ternyata banyak sekali blogger buku yang memuji buku ini meski ketebalannya kurang dari 100 lembar. Buku yang menakutkan buat saya.
BalasHapusKyaaaa..tempo hari Dion udah review ini, sekarang Mbak Truly. Aku makin penasaraaaaannn.... :))
BalasHapus@Adin Walau cuman 100 tapi bacanya tidak bisa cepat. Dinikmati perlahan
BalasHapus@Luckty Aku dapat cetakan kedua, padahal cetakan pertama terbit belum lama. Laris manis
bahasanya agak berat keliatannya
BalasHapus