Penyusun: Sulistyo Tirtokusumo
ISBN: 9789791274661
Halaman: 354
Cetakan: Pertama-2012
Penerbit: Ministry of Education and Culture, Republic of Indonesia
Rating: 3,5/5
Pesona tanah air kita memang luas biasa. Keindahan serta keramahan penduduk membuat negara kita sering dijadikan tujuan wisata. Bahkan sebagai orang Indonesia sendiri, kadang kita belum pernah mendatangi tempat-tempat indah, atau mengetahui mengenai beberapa kebudayaan lokal setempat. Malu memang, tapi dengan begitu banyak suku bangsa dan begitu luas wilayah, tentu dibutuhkan persiapan, biaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk bisa menikmati semuanya.
Buku setebal 354 halaman ini memuat mengenai 100 kebudayaan menarik di tanah air. Lumayan banyak juga. Saya mencoba menghitung berapa yang saya tahu, tidak terlalu banyak. Tandanya perlu banyak "piknik" nih. Baik secara fisik maupun melalui buku.
Secara garis besar, isi buku ini terbagi menjadi dua bagian utama. Pertama Sites and Place yang terdiri dari 62 uraian, kedua Living Calture sebanyak 38 uraian. Tiap uraian terdiri dari beberapa halaman tergantung pada hal yang dibahasa.
Pulau Penyengat sebagai contoh, merupakan bagian dari Sites and Place. Merupakan sebuah pulau kecil berjarak sekitar 2 km dari kota Tanjungpinang. Salah satu peninggalan bersejarah yang ada di sana adalah Mesjid Raya Sultan Riau.
Mesjid tersebut dibangun pada tahun 1803 oleh Sultan Mahmud. Keistimewaan mesjid ini ada pada bahan pembuatannya, yang terdiri dari campuran putih telur, kapur, pasir serta tanah air. Pulau serta kompleks istana telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan Budaya Dunia.
Di Maluku juga terdapat salah satu situs yang diajukan untuk menjadi Situs Warisan Budaya Dunia sejak tahun 1995, Benteng Belgica di Maluku. Benteng tersebut dibangun untuk menghadapi perlawanan masyarakat Banda yang menentang monopoli perdagangan pala oleh VOC.
Di pesisir timur Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara terdapat sebuah desa kecil yang diberi nama Tomok. Banyak makam dan benda-benda peninggalan zaman megalik dan purba yang bisa ditemui di sana. Ada makam besar seperti Makam Raja Sidabutar beserta keluarga, Museum Batak, Patung Sigale-gale dan masih banyak lagi.
Urusan makam atau kuburan, ternyata ada juga Waruga di Minahasa. Bentuknya segitiga seperti bumbungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang memiliki ruang di bagian tengah.
Pada Living Calture, kita akan menemukan beberapa jenis kain kerajinan traddisional yang sudah lumayan terkenal, seperti batik, sulaman dan Kain Tapis.
Kain Tapis merupakan hasil kerajinan tradisional masyarakat Lampung. Bentuknya kain sarung dari tenunan kapas dengan motif serta hiasan bahan sugi, benang perang atau benang emas dengan sistem cucuk atau sulam. Motif yang biasa digunakan antara lain motif kait dan kunci,motif alam, matahari serta bulan. Dikenal juga tenun kain yang bertingkat, disulam dengan benang sutra putih, disebut Kain Tapis Inuh.
Di Bengkulu, ada upacara tradisional untuk mengenang kisah kepahlawanan dan perjuangan cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). Upacara tersebut disebut Tabot dan pertama kali dirayakan pada 10 Muharram 1865 oleh Syeh Burhanuddin.
Untuk tarian, antara lain ada Cakalele, Pakarena, Saman, Serampang Dua Belas dan beberapa lagi. Tarian Cakalele sebenarnya merupakan tarian perang yang berasal dari daerah Maluku. Bisa dikatakan sebagai tarian kolosal menilik jumlah penarinya. Ada 30 pria dan wanita yang menarikan secara berpasangan dengan iringan musik. Sering kali tarian ini dianggap mengandung unsur mistis menurut kepercayaan penduduk setempat, karena saat menari terkadang arwah nenek moyang merasuki tubuh para penari. Kehadiran mereka dapat dirasakan oleh penduduk asli.
Untuk Tarian Pakarena yang berasal dari Sulawesi Selatan beda kisahnya. Tak ada yang bisa menyebutkan secara pasti kapan tepatnya tarian ini diciptakan dan oleh siapa. Tapi tarian ini sangat artisitik dari sisi gerakan maupun musik yang mengiringinya, sarat akan makna kehidupan.
ISBN: 9789791274661
Halaman: 354
Cetakan: Pertama-2012
Penerbit: Ministry of Education and Culture, Republic of Indonesia
Rating: 3,5/5
Pesona tanah air kita memang luas biasa. Keindahan serta keramahan penduduk membuat negara kita sering dijadikan tujuan wisata. Bahkan sebagai orang Indonesia sendiri, kadang kita belum pernah mendatangi tempat-tempat indah, atau mengetahui mengenai beberapa kebudayaan lokal setempat. Malu memang, tapi dengan begitu banyak suku bangsa dan begitu luas wilayah, tentu dibutuhkan persiapan, biaya dan tenaga yang tidak sedikit untuk bisa menikmati semuanya.
Buku setebal 354 halaman ini memuat mengenai 100 kebudayaan menarik di tanah air. Lumayan banyak juga. Saya mencoba menghitung berapa yang saya tahu, tidak terlalu banyak. Tandanya perlu banyak "piknik" nih. Baik secara fisik maupun melalui buku.
Secara garis besar, isi buku ini terbagi menjadi dua bagian utama. Pertama Sites and Place yang terdiri dari 62 uraian, kedua Living Calture sebanyak 38 uraian. Tiap uraian terdiri dari beberapa halaman tergantung pada hal yang dibahasa.
Pulau Penyengat sebagai contoh, merupakan bagian dari Sites and Place. Merupakan sebuah pulau kecil berjarak sekitar 2 km dari kota Tanjungpinang. Salah satu peninggalan bersejarah yang ada di sana adalah Mesjid Raya Sultan Riau.
Penggalian Arkeologi di Desa Guguk, hal 39 |
Mesjid tersebut dibangun pada tahun 1803 oleh Sultan Mahmud. Keistimewaan mesjid ini ada pada bahan pembuatannya, yang terdiri dari campuran putih telur, kapur, pasir serta tanah air. Pulau serta kompleks istana telah dicalonkan ke UNESCO untuk menjadi salah satu Situs Warisan Budaya Dunia.
Di Maluku juga terdapat salah satu situs yang diajukan untuk menjadi Situs Warisan Budaya Dunia sejak tahun 1995, Benteng Belgica di Maluku. Benteng tersebut dibangun untuk menghadapi perlawanan masyarakat Banda yang menentang monopoli perdagangan pala oleh VOC.
Di pesisir timur Pulau Samosir, Danau Toba, Sumatera Utara terdapat sebuah desa kecil yang diberi nama Tomok. Banyak makam dan benda-benda peninggalan zaman megalik dan purba yang bisa ditemui di sana. Ada makam besar seperti Makam Raja Sidabutar beserta keluarga, Museum Batak, Patung Sigale-gale dan masih banyak lagi.
Candi Ceto, hal 83 |
Urusan makam atau kuburan, ternyata ada juga Waruga di Minahasa. Bentuknya segitiga seperti bumbungan rumah dan bagian bawah berbentuk kotak yang memiliki ruang di bagian tengah.
Pada Living Calture, kita akan menemukan beberapa jenis kain kerajinan traddisional yang sudah lumayan terkenal, seperti batik, sulaman dan Kain Tapis.
Kain Tapis merupakan hasil kerajinan tradisional masyarakat Lampung. Bentuknya kain sarung dari tenunan kapas dengan motif serta hiasan bahan sugi, benang perang atau benang emas dengan sistem cucuk atau sulam. Motif yang biasa digunakan antara lain motif kait dan kunci,motif alam, matahari serta bulan. Dikenal juga tenun kain yang bertingkat, disulam dengan benang sutra putih, disebut Kain Tapis Inuh.
Di Bengkulu, ada upacara tradisional untuk mengenang kisah kepahlawanan dan perjuangan cucu Nabi Muhammad SAW, Husein bin Ali bin Abi Thalib dalam peperangan dengan pasukan Ubaidillah bin Zaid di padang Karbala, Irak pada 10 Muharam 61 Hijriah (681 M). Upacara tersebut disebut Tabot dan pertama kali dirayakan pada 10 Muharram 1865 oleh Syeh Burhanuddin.
Wae Rebo Village, hal 189 |
Untuk tarian, antara lain ada Cakalele, Pakarena, Saman, Serampang Dua Belas dan beberapa lagi. Tarian Cakalele sebenarnya merupakan tarian perang yang berasal dari daerah Maluku. Bisa dikatakan sebagai tarian kolosal menilik jumlah penarinya. Ada 30 pria dan wanita yang menarikan secara berpasangan dengan iringan musik. Sering kali tarian ini dianggap mengandung unsur mistis menurut kepercayaan penduduk setempat, karena saat menari terkadang arwah nenek moyang merasuki tubuh para penari. Kehadiran mereka dapat dirasakan oleh penduduk asli.
Untuk Tarian Pakarena yang berasal dari Sulawesi Selatan beda kisahnya. Tak ada yang bisa menyebutkan secara pasti kapan tepatnya tarian ini diciptakan dan oleh siapa. Tapi tarian ini sangat artisitik dari sisi gerakan maupun musik yang mengiringinya, sarat akan makna kehidupan.
Tarian Tradisional Suku Dayak, hal 302 |
Tarian juga dipergunakan sebagai sarana dakwah, salah
satunya tarian Saman dari Aceh. Tarian ini mencerminkan pendidikan,
keagamaan, sopan santun, kekompakan, kebersamaan serta unsur kepahlawanan.
Tarian ini tidak mempergunakan musik seperti yang lainnya, tapi mempergunakan
suara dari penari dan tepukan tangan pada pangkal paha dan dada. Dibutuhkan
konsentrasi tinggi untuk bisa menarikan tarian ini, karena harmonisasi gerakan
serta ketepatan waktu merupakan kunci utama.
Sebelum tarian dimulai, maka seorang yang cerdik pandai
serta dituakan atau seorang pemuka adat mewakili masyarakat, membuka dengan
memberikan sedikit nasihat.
Pasar Terapung Muara Kuin & Lok Baintan, hal 237 |
Serdang Bedagai, Sumatera Utara menawarkan tarian Serampang Dua Belas. Tarian ini diciptakan oleh seorang seniman tanah Deli pada tahun 1940 bernama Sauti.Keunikan serta ciri khas tarian ini ada pada alur cerita yang ditarikan. Dimulai dari awal seseorang mencari tambatan hati hingga mengarungi bahtera rumah tangga. Bisa dikatakan ini merupakan tarian pergaulan muda-mudi.
Secara garis besar, meski memuat banyak pengetahuan tentang tanah air, namun saya merasa masih ada yang kurang. Beberapa tidak mencantumkan bagaimana cara bisa sampai ke lokasi. Andai saya tertarik untuk mengunjungi sebuah daerah, saya harus mencari informasi lagi di tempat lain. Padahal jika bisa langsung menemukan tentunya akan lebih memudahkan lagi.
Jika saja tersedia dalam versi bahasa Indonesia, tentunya akan sangat membantu program cinta tanah air pada kaum muda. Dengan didukung dengan aneka gambar yang mempesona, buku ini mampu menumbuhkan rasa kecintaan pada tanah air.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar