Judul Asli : Seri
Lawasan POTRET
Penulis : Bentara Budaya
ISBN : 978-979-91-0360-4
Halaman :66
Tahun : Januari 2012
Penerbit : KPG
Kamera seakan menjadi kebutuhan hidup apalagi bagi kalangan ABG. Alih-alih menanyakan fungsi berbagai fasilitas yang ada di sebuah HP misalnya, mereka justru ribut bertanya perihal kemampuan kamera yang ada di HP tersebut. Seakan sehebat apapun atau mau smart seperti apa jika kameranya dianggap tidak mampu menghasilkan sebuah foto ciamik maka bukanlah kamera yang bagus.
Hasil jepretan sebuah kamera juga bisa menjadi bahan pergunjingan yang tiada henti. Kisah tentang buku kumpulan foto ibu negara, kamera yang beliau pakai serta hobi memamerkan sebuah hasil foto di sosial media apapun namanya, merupakan dampak dari sebuah alat yang disebut kamera.
Tahun 1998 sebuah foto fenomenal mengenai sosok seorang gadis yang tergeletak di aspal jalan akibat terkena peluru karet membangkitkan amarah banyak pihak, terutama kaum muda. Seorang wartawan foto tanpa sengaja melihat dan memotretnya. Sebuah momet yang langka ditangkap oleh kamera seorang fotografer yang jeli akan berbicara banyak dari pada kata-kata panjang.
Dahulu kamera hanya alat, kemampuan orang di belakang kamera memadukan, ISO/ASA (ISO Speed), Diafragma atau aperture dan kecepatan rana (speed) menjadi sebuah foto yang menariklah yang paling utama, bukan kameranya. Kombinasi antara ISO, Diafragma & Speed disebut sebagai exposure. Kadang butuh sekian roll film untuk menghasilkan beberapa lembar foto menawan. Sekarang dengan era digital, banyak kemudahan yang diperoleh. Dari penghematan pembelian film-cuci-cetak, penyimpanan yang lebih mudah serta momet yang tak akan hilang.
Belakangan banyak yang tergantung pada sebuah kamera. Tapi seni memadukan ketiganya masih tetap dicintai hingga saat ini. Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula digunakan berkembang menjadi Digital ISO. Ukuran film yang terdiri dari Small format (35 mm), Medium format (100-120 mm) dan Large format juga sudah jarang diingat lagi. Kemajuan teknologi jugalah yang membuat Polaroid pada tahun 2008 penghentikan semua produksi produk film instan berkaitan dengan semakin berkembangnya teknologi citra digital.
Kesalahan kecil saat memotret bisa diperbaiki dengan aneka program komputer. Suatu keuntungan tersendiri, setidaknya kita bisa memastikan tidak akan ada moment yang hilang. Bandingkan dahulu, kurang mengatur cahaya bisa-bisa foto menjadi gelap hingga tidak layak dipandang. Sekarang jika tidak terlalu gelap bisa "diperbaiki"
Sering orang bertanya tentang kamera apa yang dipakai saat melihat sebuah foto yang menawan. Sedikit yang bertanya mengenai bagaimana seorang fotografer bisa menghasilkan foto yang menawan tersebut, Misalnya bagaimana urusan kombinasi exposure. Berapa lama yang ia butuhkan untuk menunggu saat yang tepat sehingga menghasilkan foto seperti itu. Padahal yang penting adalah siapa yang berada di balik tombol bukan alatnya.
Fotografi sebenarnya berasal dari kata photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu "photos" bermakna cahaya serta "Grafo" bermakna menulis atau melukis. Secara harafiah fotografi adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar disebut foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.
Buku ini memuat tentang sejarah fotografi, aneka jenis serta cara kerja kamera jaman dahulu, perkembangan fotografi di tanah air, cara memotret dan membuat potret serta aneka gambar koleksi kamera kuno. Semuanya dikisahkan dalam bahasa yang mudah dipahami serta didukung dengan aneka macam gambar yang indah.
Kamera sekarang tidak sama dengan kamera jaman dahulu bahkan beberapa tahun lalu, Seorang ilmuwan muslim yang bernama Alhazen untuk pertama kalinya menemukan kamera obscura. Alhazen menerbitkan sebuah buku yang berjudul Books of Optics (1015-1021) yang menjelaskan tentang kamera obscur.
Pada suatu pagi yang cerah sekitar tahun 1828, Nicephore Niepce seorang penemu Prancis, melapisi 8 X 6,5 inci lempengan piring dengan campuran timah putih serta sejenis aspal, bitumen dari Yudea. Kemudian ia meletakkannya di kamera obscura dan meninggalkannya di jendela loteng di tanah miliknya di dekat Chalon. Setelah beberapa hari, di kegelapan, ia mengambil lempengan piring tadi dan mencucinya dalam minyak levender serta bensin. Luar biasa! Tanpak gambar di sana.
Foto berwarna permanen ditemukan pada tahun 1861 oleh James Clerk Maxwell. Film negatif pertama ditemukan pada tahun 1942 oleh Kodak dan diberi nama Kodacolor. Sementara film langsung jadi pertama ditemukan oleh Polaroid pada tahun 1985 diberi nama Polacolor. Tak heran jika seorang ahli kimia dari Inggris menyebut penemuan fotografi merupakan keajaiban saat melihat foto pertama kali pada tahun 1839,
Fotografi di tanah air mengenal nama Kassian Cepas sebagai pelopor fotografi di tanah air disusul oleh Mendur dan Umbas bersaudara. Cepas dikenal sebagai fotografer bagi Sultan Hamengkubuwono VII serta para kerabat kerajaan pada tahun 1870. Selain Keraton, Cepas juga memotret Candi Borobudur, Candi Prambanan serta Pantai Parangtritis. Tahun 1924 sebenarnya telah berdiri sebuah klub fotografi bernama Preanger Amateur Fotografen Vereeniging di Bandung dengan anggota orang Belanda, Indonesia serta Tionghoa
Perlu diingat, kamera tidak sama dengan mata. Semua mungkin tahu itu, tapi tak banyak yang paham tentang perbedaannya. Mata mempu melihat cahaya dan warna dengan sebanyak mungkin, kamera memiliki keterbatasan. Jika mata melihat sebuah benda dengan warna aslinya kamera tidak. Kamera menangkan warna cahaya tidak selalu warna aslinya. Contohnya jika sebuah benda difoto di bawah lampu, maka warnanya belum tentu sama. Belum lagi faktor proses pencucian.
Saya masih ingat, saat ingat menghasilkan foto dengan banyak atau kuat warna kuning maka film tersebut segera dibawa untuk diproses ke penyedia jasa cuci cetak K. Tapi jika nuansa hijau yang ingin ditonjolkan maka pergi ke F. Sedangkan untuk proses hitam putih, butuh penanganan khusus. Belum lagi soal komposisi, posisi bayangan dan seberapa luas atau lebar gambar yang akan berada dalam selembar potret.
<----- Foto ini sebenarnya merupakan foto iseng yang saya ambil saat berada di Prambanan beberapa saat yang lalu. Tujuan pengambilannya untuk profile di BB. Banyak yang tak percaya foto sederhana ini diambil melalui HP. Apa lagi setelah salah satu sahabat membuat warna menjadi lebih "matang" dan pengeditan.
Begitulah manusia, lebih mengandalkan alat dari pada kepandaian dan keterampilan.
Sumber Gambar:
http://idproduk.blogspot.com/2013/12/daftar-harga-kamera-dslr-canon-terbaru-2014.html
Penulis : Bentara Budaya
ISBN : 978-979-91-0360-4
Halaman :66
Tahun : Januari 2012
Penerbit : KPG
Kamera seakan menjadi kebutuhan hidup apalagi bagi kalangan ABG. Alih-alih menanyakan fungsi berbagai fasilitas yang ada di sebuah HP misalnya, mereka justru ribut bertanya perihal kemampuan kamera yang ada di HP tersebut. Seakan sehebat apapun atau mau smart seperti apa jika kameranya dianggap tidak mampu menghasilkan sebuah foto ciamik maka bukanlah kamera yang bagus.
Hasil jepretan sebuah kamera juga bisa menjadi bahan pergunjingan yang tiada henti. Kisah tentang buku kumpulan foto ibu negara, kamera yang beliau pakai serta hobi memamerkan sebuah hasil foto di sosial media apapun namanya, merupakan dampak dari sebuah alat yang disebut kamera.
Tahun 1998 sebuah foto fenomenal mengenai sosok seorang gadis yang tergeletak di aspal jalan akibat terkena peluru karet membangkitkan amarah banyak pihak, terutama kaum muda. Seorang wartawan foto tanpa sengaja melihat dan memotretnya. Sebuah momet yang langka ditangkap oleh kamera seorang fotografer yang jeli akan berbicara banyak dari pada kata-kata panjang.
Dahulu kamera hanya alat, kemampuan orang di belakang kamera memadukan, ISO/ASA (ISO Speed), Diafragma atau aperture dan kecepatan rana (speed) menjadi sebuah foto yang menariklah yang paling utama, bukan kameranya. Kombinasi antara ISO, Diafragma & Speed disebut sebagai exposure. Kadang butuh sekian roll film untuk menghasilkan beberapa lembar foto menawan. Sekarang dengan era digital, banyak kemudahan yang diperoleh. Dari penghematan pembelian film-cuci-cetak, penyimpanan yang lebih mudah serta momet yang tak akan hilang.
Belakangan banyak yang tergantung pada sebuah kamera. Tapi seni memadukan ketiganya masih tetap dicintai hingga saat ini. Di era fotografi digital dimana film tidak digunakan, maka kecepatan film yang semula digunakan berkembang menjadi Digital ISO. Ukuran film yang terdiri dari Small format (35 mm), Medium format (100-120 mm) dan Large format juga sudah jarang diingat lagi. Kemajuan teknologi jugalah yang membuat Polaroid pada tahun 2008 penghentikan semua produksi produk film instan berkaitan dengan semakin berkembangnya teknologi citra digital.
Kesalahan kecil saat memotret bisa diperbaiki dengan aneka program komputer. Suatu keuntungan tersendiri, setidaknya kita bisa memastikan tidak akan ada moment yang hilang. Bandingkan dahulu, kurang mengatur cahaya bisa-bisa foto menjadi gelap hingga tidak layak dipandang. Sekarang jika tidak terlalu gelap bisa "diperbaiki"
Sering orang bertanya tentang kamera apa yang dipakai saat melihat sebuah foto yang menawan. Sedikit yang bertanya mengenai bagaimana seorang fotografer bisa menghasilkan foto yang menawan tersebut, Misalnya bagaimana urusan kombinasi exposure. Berapa lama yang ia butuhkan untuk menunggu saat yang tepat sehingga menghasilkan foto seperti itu. Padahal yang penting adalah siapa yang berada di balik tombol bukan alatnya.
Fotografi sebenarnya berasal dari kata photography, yang berasal dari kata Yunani yaitu "photos" bermakna cahaya serta "Grafo" bermakna menulis atau melukis. Secara harafiah fotografi adalah proses melukis/menulis dengan menggunakan media cahaya. Sebagai istilah umum, fotografi berarti proses atau metode untuk menghasilkan gambar disebut foto dari suatu obyek dengan merekam pantulan cahaya yang mengenai obyek tersebut pada media yang peka cahaya. Alat paling populer untuk menangkap cahaya ini adalah kamera. Tanpa cahaya, tidak ada foto yang bisa dibuat.
Buku ini memuat tentang sejarah fotografi, aneka jenis serta cara kerja kamera jaman dahulu, perkembangan fotografi di tanah air, cara memotret dan membuat potret serta aneka gambar koleksi kamera kuno. Semuanya dikisahkan dalam bahasa yang mudah dipahami serta didukung dengan aneka macam gambar yang indah.
Kamera sekarang tidak sama dengan kamera jaman dahulu bahkan beberapa tahun lalu, Seorang ilmuwan muslim yang bernama Alhazen untuk pertama kalinya menemukan kamera obscura. Alhazen menerbitkan sebuah buku yang berjudul Books of Optics (1015-1021) yang menjelaskan tentang kamera obscur.
Pada suatu pagi yang cerah sekitar tahun 1828, Nicephore Niepce seorang penemu Prancis, melapisi 8 X 6,5 inci lempengan piring dengan campuran timah putih serta sejenis aspal, bitumen dari Yudea. Kemudian ia meletakkannya di kamera obscura dan meninggalkannya di jendela loteng di tanah miliknya di dekat Chalon. Setelah beberapa hari, di kegelapan, ia mengambil lempengan piring tadi dan mencucinya dalam minyak levender serta bensin. Luar biasa! Tanpak gambar di sana.
Foto berwarna permanen ditemukan pada tahun 1861 oleh James Clerk Maxwell. Film negatif pertama ditemukan pada tahun 1942 oleh Kodak dan diberi nama Kodacolor. Sementara film langsung jadi pertama ditemukan oleh Polaroid pada tahun 1985 diberi nama Polacolor. Tak heran jika seorang ahli kimia dari Inggris menyebut penemuan fotografi merupakan keajaiban saat melihat foto pertama kali pada tahun 1839,
Fotografi di tanah air mengenal nama Kassian Cepas sebagai pelopor fotografi di tanah air disusul oleh Mendur dan Umbas bersaudara. Cepas dikenal sebagai fotografer bagi Sultan Hamengkubuwono VII serta para kerabat kerajaan pada tahun 1870. Selain Keraton, Cepas juga memotret Candi Borobudur, Candi Prambanan serta Pantai Parangtritis. Tahun 1924 sebenarnya telah berdiri sebuah klub fotografi bernama Preanger Amateur Fotografen Vereeniging di Bandung dengan anggota orang Belanda, Indonesia serta Tionghoa
Perlu diingat, kamera tidak sama dengan mata. Semua mungkin tahu itu, tapi tak banyak yang paham tentang perbedaannya. Mata mempu melihat cahaya dan warna dengan sebanyak mungkin, kamera memiliki keterbatasan. Jika mata melihat sebuah benda dengan warna aslinya kamera tidak. Kamera menangkan warna cahaya tidak selalu warna aslinya. Contohnya jika sebuah benda difoto di bawah lampu, maka warnanya belum tentu sama. Belum lagi faktor proses pencucian.
Saya masih ingat, saat ingat menghasilkan foto dengan banyak atau kuat warna kuning maka film tersebut segera dibawa untuk diproses ke penyedia jasa cuci cetak K. Tapi jika nuansa hijau yang ingin ditonjolkan maka pergi ke F. Sedangkan untuk proses hitam putih, butuh penanganan khusus. Belum lagi soal komposisi, posisi bayangan dan seberapa luas atau lebar gambar yang akan berada dalam selembar potret.
Coba intip rak yang ada di rumah siapa tahu ada kamera lawas yang ternyata bernilai tinggi.
--------------------------<----- Foto ini sebenarnya merupakan foto iseng yang saya ambil saat berada di Prambanan beberapa saat yang lalu. Tujuan pengambilannya untuk profile di BB. Banyak yang tak percaya foto sederhana ini diambil melalui HP. Apa lagi setelah salah satu sahabat membuat warna menjadi lebih "matang" dan pengeditan.
Begitulah manusia, lebih mengandalkan alat dari pada kepandaian dan keterampilan.
Sumber Gambar:
http://idproduk.blogspot.com/2013/12/daftar-harga-kamera-dslr-canon-terbaru-2014.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar