Pusat kehidupanku
Belahan Jiwaku
Cintaku
Waktu berjalan dengan cepat tanpa kita
sadari. Tak terasa sekian tahun telah berlalu sejak kita sepakat untuk berbagi
kehidupan ini. Kita memang belum bisa menyelaraskan banyak perbedaan yang ada,
tapi tak kalah banyaknya saling pengertian dan kesepakatan yang tercipta.
Mengisi libur hari raya tanpamu, membuatku harus mengalihkan rasa rindu yang ada ke hal-hal lain. Salah satunya membaca dan mereview buku. Sekian buku aku tumpuk di sebelah tempat tidur sebagai target yang harus diselesaikan. Genrenya serta judulnya beragam.
Salah satu yang aku pilih adalah karya penulis favoritku, Unforgettable
Editor: Rayina
Proofreader: Gita Romadhona
Penata Letak: Wahyu Suwarni
Disain Sampul: Dwi Anissa Anindhika
ISBN: 979-780-541-7
Halaman: 176
Penerbit: Gagas Media
Laki-laki penderita insomania
itu selalu datang pada waktu yang sama, duduk di pojok yang sama, memesan
minuman yang sama, dan pulang pada jam yang sama juga. Ia suka memasak
karena saat memasak ia merasa seakan memiliki kontrol penuh akan sesuatu.
Perempuan ini bersama sang kakak laki-laki mengubah rumah keluarga menjadi sebuah kedai wine bernama Muse.Ia selalu duduk di tepi jendela. Menyembunyikan wajahnya di balik layar dan sibuk mengetik. Rutinitas membuatnya bertahan. Ia sangat percaya hal yang dapat membunuhnya merupakan satu-satunya hal yang akan menyelamatkannya. Ia suka merajut karena merajut rasanya seperti bercerita. Merajut seperti menulis.
Keduanya merupakan pasangan yang tepat,
sayangnya mereka bertemu pada saat yang tidak tepat. Tidak diragukan lagi,
andai mereka menjadi sepasang kekasih tentunya. Keduanya memiliki kesamaan
selain peran ayah yang sangat besar dalam kehidupan masing-masing, keduanya
berusaha bersembunyi dari rutinitas dunia. Keduanya menyimpan rasa takut keluar
dari zona nyaman, takut keluar dari rutinitas sehari-hari,
takut pada diri sendiri.
Unik, keduanya tak saling mengenal nama masing-masing. Berkomunikasi hanya dengan tatapan mata awalnya, diikuti dengan sapaan lalu perbincangan panjang. Karena tak saling mengenal, keduanya bisa mengungkapkan rahasia hati tanpa beban. Adegan terakhir di bagian belakang kisah ini kian membuatku teringat pada salah satu buku favoritmu, The Great Gatsby karya F. Scott Fitzgerald.
Dibandingkan buku Winna yang lain, buku ini
terbilang tipis tapi tak membuatnya kekurangan pesona .Biasanya Winna berkisah
mengenai persahabatan yang berubah menjadi kisah cinta. Beberapa kisah
merupakan kisah cinta segitiga dimana awalnya dua pria dan satu wanita
merupakan sahabat. Seiring waktu, rasa cinta tumbuh diantara mereka dan
dimulailah kisah yang mengharu biru. Buku ini justru mengisahkan dua orang yang
bertemu, berteman lalu saling jatuh cinta karena berada di waktu yang tepat.
Tak ada kisah cinta yang berlanjut, yang ada keduanya kembali menjalani kehidupannya
masing-masing.
Banyak kalimat yang membuatku berpikir
tentang kita. Menggelitik perasaanku. Seperti tokoh dalam kisah ini, kisah
cinta kita juga dimulai tanpa sengaja. Kesalahan kita, jika hendak disebut
kesalahan adalah kita bertemu disaat yang kurang tepat. Tapi inilah hidup,
pilihan kita menjalahi hidup membuat hidup lebih berkualitas. Bagaimana kita
menganggap kisah kita, maka itulah yang akan kita peroleh.
Kalimat pada halaman 63 misalnya, "
Seseorang pernah berkata…, kita tidak akan pernah benar-benar berhenti
mencintai seseorang. Kita hanya belajar untuk hidup tanpa mereka.” Kau dan aku
sama-sama tahu, aku pernah ingin berhenti mencintaimu, apalagi belajar hidup
tanpa dirimu. Begitu juga denganmu. Secara fisik kita memang berjauhan, tapi
hati dan rasa kita sudah seiring sejalan. Kadang ada hal konyol yang tanpa
sadar kita lakukan membuktikan betapa selarasnya kita. Komunikasi kita terjalin
dengan baik bahkan kadang dengan jalur yang tak pernah terbayang
Beberapa pertanyaan berseliweran dalam
kepalaku. Misalnya bagaimana bisa laki-laki itu selalu mendapat pojok yang
sama? Bagaimana jika mendadak pojok favoritnya sudah ditempati oleh orang
lain? Hal kecil yang bisa dijadikan sebuah bumbu. Misalnya dibuat bagaimana
laki-laki itu berkeras duduk di pojok yang sama dengan berjanji membayarkan
semua yang dipesan oleh pengunjung yang ternyata datang lebih dahulu lalu
menduduki tempat favoritnya.
Atau kenapa keduanya sama sekali tak ingin
tahu nama yang lain hingga saat terakhir? Apakah nama tak begitu penting bagi
keduanya? Apakah terpenting mereka merasa cocok berbicara satu sama lain,
merasa nyaman dengan yang lain. Begitu kuatkah rasa diantara mereka hanya
dengan saling menatap tanpa sadar, melirik hingga akhirnya salah satu menyapa
yang lain dianggap sudah cukup untuk mengungkap jati diri yang lain.
Kenapa penulis menggunakan istilah wine
padahal sudah ada terjemahan umum menjadi Minuman Anggur? Apakah agar ada nada
bunyi yang cocok dengan judul yang juga ditulis dalam bahasa asing? Atau karena
kata wine lebih dianggap sesuai dengan kondisi golongan masyarakat
penyuka minuman ini, menengah ke atas yang konon lebih menyukai penggunakan
bahasa asing dari pada bahasa sendiri.
Manusia telah membuat minuman anggur sejak
sekitar lima ribu tahun yang lalu. Anggur , dalam buku ini disebut wine
merupakan minuman beralkohol yang dibuat dari sari anggur
jenis Vitis Vinirer. Anggur dibuat melalui proses fermentasi gula yang terdapat
dalam buah anggur.
Ada beberapa jenis minuman anggur : Red
Wine (yang dibuat dari anggur merah), White Wine (dibuat dari anggur
putih), Rose Wine (wine yang berwarna merah muda atau merah jambu
yang dibuat dari anggur merah namun dengan proses ekstraksi warna yang lebih
singkat dibandingkan dengan proses pembuatan Red Wine), Sparkling
Wine (wine yang mengandung cukup banyak gelembung karbon dioksida di
dalamnya), Sweet Wine ( masih banyak mengandung gula sisa hasil
fermentasi hingga rasanya menjadi manis). Fortified Wine (yang mengandung
alkohol lebih tinggi dibandingkan dengan wine biasa ,antara 15% hingga
20.5%). Minuman beralkohol yang dibuat dari sari buah lain yang kadar
alkoholnya berkisar di antara 8% hingga 15% biasanya disebut sebagai wine buah
(fruit wine).
Konon Minuman Anggur yang paling mahal yang
pernah dijual adalah Chateau Lafite 1787. Anggur ini dibeli oleh Thomas
Jefferson di Perancis. Anggur ini dijual di London seharga $ 160.000. Botol itu
milik Thomas Jefferson, presiden ketiga Amerika Serikat.
(http://www.beritaunik.net/top-10/10-minuman-anggur-termahal-di-dunia.html)
Belahan jiwaku,
Sebuah kalimat masih membuatku memandang
kisah kita dari sudut pandang yang berbeda. Kalimat tersebut adalah, “Yang mana
yang lebih baik-pernah memiliki, lalu kehilangan atau tidak memiliki sama sekali.”
Sungguh hingga saat ini aku sudah sangat nyaman berada di sisimu dan tak pernah
terbayang akan menghabiskan sisa usia tanpamu. Tapi…, andai aku berada
dalam kondisi harus memilih, maka dengan berat tentunya akan akan memilih lebih
baik pernah memiliki lalu kehilangan. Setidaknya aku punya kenangan indah
bersamamu dalam satu kali kehidupanku ini. Kenangan indah itu bisa terus aku
putar dan nikmati dengan caraku sendiri sehingga aku tak pernah merasa kau
tidak ada lagi di sisiku. Andai aku tak pernah memilikimu, tentunya hidup ini
tak akan seperti saat ini.
Pernah saat pulang mengunjungi sahabat yang
tertimpa musibah, kau memberikan pertanyaan yang membuatku terpana. “Apa yang
akan terjadi dengan kita, jika kita mengalami nasib sepertinya kehilangan separuh
jiwa? Apakah aku kuat tanpamu atau sebaliknya?” Jawabanku saat itu dan akan
tetap sama kelak, “Tak ada yang kuat diantara kita. Tapi jika bisa memohon, aku
ingin kau yang mengantarku ke peristirahatanku terakhir dengan senyum karena
kau selalu lebih kuat, lebih rasional dan lebih bisa menyikapi segala hal
dengan tenang.” Kau terdiam dan menggenggam tanganku tanpa sadar ada
setitik air di sudut mata.
Hidup memang penuh misteri.
Tapi aku tahu satu jawaban misteri
kehidupan dengan pasti
Tanpamu, aku bukan apa-apa
Sumber gambar:
http://inet.detik.com/index.php/detik.read/tahun/2007/bulan/06/tgl/08/time/084613/idnews/791088/idkanal/398
Tidak ada komentar:
Posting Komentar