Penulis: dr. Abdul Mun’im Idries, Sp.F
ISBN: 978-602-7816-60-2
Halaman: 360
Penerbit: Noura Books
Tebal: 360 halaman
Harga: Rp 54.000,-
Harga: Rp 54.000,-
Saya merasa tidak aman
Bukan salah buku ini juga, tapi mau bagaimana. Selesai menuntaskan buku ini saya merasa banyak hal yang patut diwaspadai Banyak konspirasi dan hal misterius yang terjadi di sekitar kita. Jadi tidak tahu mana kawan dan lawan mana yang benar dan yang salah, semua serba kabur. Bahkan berita di televisi hari menyatakan ada pihak yang tidak percaya pada hasil otopsi manager cantik yang meninggal di Bandung. Mereka meminta dr. Abdul Mun’im dengan kemampuan internasional untuk melakukan otopsi ulang. Sebuah kepercayaan atas kinerja dan sikap beliau yang apa adanya, semua demi keadilan semata.
Buku ini terbagi dalam beberapa bab. Bab pertama berjudul Menyibak Fakta-fakta tersembunyi memuat antara lain mengenai kasus
Trisakti, Misteri Kematian Sang Proklamator, Kejanggalan Karsus
Marsinah dan lainnya. Bab kedua berjudul kasus-kasus kedokteran Forensik
Serangkaian Kisah Membongkar Kejahatan, berisi antara lain mengisahkan
tentang Saat Bedah Mayat Mengungkap Kebenaran,Saat Cairan Sperma Bicara,
Malpraktik. Adapun Bab ketiga yang berjudul Mengungkap Kejahatan Narkoba mengisahkan antara lain tentang Psikotropika serta Ekstasi dan Zarima. Bab keempat berjudul Membongkar Kekerasan Seksual dan Kejahatan terhadap Anak, memuat antara lain tentang Perlakuan salah Terhadap Anak serta Aborsi, Kejahatan Tanpa Korban, Kasus Bayi tertukar. Bab kelima berjudul Kedokteran Forensik sebagai "Pisau Ilmiah" memuat antara lain tentang Kedokteran Forensik: Upaya Ilmiah untuk Penegakan Hukum dan Keadilan, Masyarakat Berhak Tahu Hasil Visum serta Segi Forensik dari Kematian Mendadak. Sedangkan pada bab terakhir, Bab keenam berjudul Pembunuhan Sadis, Amukan Massa dan Kematian Tokoh, kasus yang ada antara lain Kasus Mayat Terpotong, Memancing Amarah Papua serta Hercules
Ternyata walau banyak diburu oleh para kuli tinta layaknya selebritis, beliau tidak langsung merasa jadi pesohor. Saat memberikan informasi ke wartawan, sikap dr. Mun'im sangat hati-hati. Misalnya saat ditanya kapan tepatnya waktu meninggal korban, beliau tidak mau menyebutkan karena jika wartawan menyampaikan ke publik maka tidak menutup kemungkinan sang pelaku langsung mencipkan alibi dan saksi palsu. Beliau mau berkata jujur apa adanya mengenai apa yang ditemukan namun pada saat dan waktu yang tepat dan kepada mereka yang dianggap layak untuk mendapatkan informasi.
Kasus Mayat Siapa membuat saya menjadi paham bagaimana ET dulu bisa leluasa keluar masuk penjara. Bahkan jangan-jangan sudah seperti tokoh dalam buku ini masih hidup di negeri tetangga dan rutin mengirimi keluarganya uang. Dalam kasus ini, semula dr dr. Abdul Mun’im diminta memeriksa mayat buronan pembobol bank yang saat penyergapan jatuh dari tangga hingga meninggal. Kelainan yang diperoleh hanyalah jari manis tangan kirinya seperti ditekuk atau diinjak. Beberapa saat kemudian penulis mendapat info yang mengejutkan, walau akhirnya merasa tak perlu terkejut karena yang terjadi bukan urusannya. Yang ia periksa adalah sebagai beikut, dengan ciri-ciri tersebut sama atau sesuai dengan nama yang tercantum dalam surat permintaan visum et repertum, atau ternyata berbeda, bukan urusannya.
Bagian mengenai kekerasan seksual dan kejahatan pada anak, saya yakin mampu membuat para orang tua segera meraih telefon genggam dan berusaha menghubungi anak masing-masing untuk mengetahui apakah mereka dalam keadaan sehat. Sungguh kejahatan bisa dalam bentuk apapun bahkan tanpa kita sadari mungkin kita pernah melakukan kekerasan pada anak sendiri.
Selain mengungkap hal-hal yang cukup menggelitik rasa ingin tahu, kita juga akan mendapat informasi tambahan. Misalnya perbedaan antara saksi ahli dengan saksi mata. Saksi ahli memberikan penilaian atau penghargaan tentang hasil akhir, bukan proses suatu peristiwa tindak pidana. Saksi mata mata melihat proses terjadinya tindak pidana.
Atau perihal rambut yang ditemukan di lokasi kejadian. Ternyata pada bagian kepala ada 20 tempat yang bisa berbeda rambutnya. Dengan kata lain mungkin saja rambut di sisi kanan saya berbeda dengan sisi kiri saya, dengan bagian poni atau bagian belakang. Walau begitu jangan kuatir, kadang dengan hanya sehelai rambut yang ditemukan di lokasi saja bisa membantu memecahkan masalah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pemeriksaan forensik, yaitu; faktor saat pemeriksaan, faktor keaslian benda bukti, teknik pemeriksaan, serta koordinaasi dengan baik. Jika otopsi harus dilakukan sementara korban sudah menjadi kerangka, maka perlu diperhatikan;
1. Memastikan bahwa kerangka yang diperiksa benar-benar kerangka manusia
2. Setelah identitas korban diketahui, usahakan menemukan kelainan pada kerangka itu
Penulis mungkin menganggap hal ini sangat penting hingga walau sudah pernah disinggung sekilas di depan, dibahas lagi di halaman 65-66, lalu halaman 166.
Buku ini juga menguraikan perihal dasar hukum yang membenarkan bedah mayat forensik serta perihal pandangan islam terhadap hal tersebut, yang tercermin pada Fatwa Nomor 4/1995 yang dikeluarkan oleh Majelis Pertimbangan Kesehatan & Syara' Kementrian Kesehatan RI pada 26 Muharram 1357 atau 13 September 1955
Jika kita sering mendengar ada keluarga yang keberatan jika dilakukan otopsi padahal pihak berwenang sangat perlu melakukan hal terrsebut, perlu mereka perlu menyimak Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222, yang berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkanpemeriksaan mayat untuk pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Jika kita sering mendengar ada keluarga yang keberatan jika dilakukan otopsi padahal pihak berwenang sangat perlu melakukan hal terrsebut, perlu mereka perlu menyimak Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 222, yang berbunyi, “Barangsiapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkanpemeriksaan mayat untuk pengadilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah”.
Guna kepentingan peradilan, bedah mayak forensik mempunyai landasan hukum yaitu pasal 133 KUHP ayat (1) yang berbunyi “Dalam hal peyidik untuk kepentingan peradilan menangani seorang korban baik luka, keracunan ataupun mati yang diduga karena peristiwa yang merupakan tindak pidana, ia berwenang mengajukan permintaan keterangan ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya”,
dr. Abdul Mun'im Idries, SpF
lahir di Pekalongan,25 Mei 1947
jabatan terakhir Lektor pada bagian IKF(Ilmu Kedokteran Forensik) FKUI,
Ketua Tim pemeriksa di TKP (Lembaga Kriminologi UI/IKF FKUI-PMJ,
Ketau BPA (Badan Pembelaan Anggota)/MP2A (MAjelis Pembinaan dan Pembelaan Anggota)serta IDI Wilayah DKI Jaya. Jika ingin mengenal lebih jauh sosok penulis bisa mengunjungi http://abdulmunimidries.blogspot.com.
Buku yang membuat saya melihat dunia dengan sudut pandang yang berbeda
D