Penulis : Haris Firdaus
Halaman : 164
Penerbit : Katta
Seperti saudaranya, buku ini berkisah mengenai hal-hal yang dianggap misterius di bumi kita tercinta ini. Dalam buku ini, akan dibahas antara lain
1. Krakatau yang meledakkan Dunia
2. Hobbit Flores dan Kontroversi Genus Homo
3. Tambora, Kekalahan Napoleon, dan Tahun Tanpa Musim Panas
4. Sangiran : “Tambang” Fosil Manusia Purba
5. Dieng, Anak Bajang, dan Segepok Misteri Lainnya
6. Kelimutu dan Warna-warni yang Misterius
7. Candi Borobudur : Bunga Teratai di Tengah Telaga?
8. Senggama “ Ngalap Berkah” di Gunung Kemukus
9. Pulau Komodo: Rumah Satwa Purba yang Tersisa
10. Jalan Raya Pos: Jalan Darah, Jalan Air Mata
11. Perbudakan dan Pemenggalan Kepala : Masa lalu yang Getir di Nias
12. Fiksi dan Fakta Laut Selatan Jawa
Seru khan! Dari 12 misteri yang ada, ada dua yang sangat menarik perhatian saya, yaitu Gunung Krakatau dan Candi Borobudur.
Gunung Krakatau atau istilah asingnyaKrakatoa merupakan kepulauan vulkanik yang masih aktif hingga saat ini. Gunung ini berada di Selat Sunda antara Pulau Jawa dan Pulau Sumatra. Letusan yang pernah terjadi pada tahun 1883 tercatat dalam Guinees Book of Record sebagai ledakan yang paling hebat yang terekam sejarah, dan menurut catatan para peneliti, bersama ledakan Gunung Tambora (1815), Krakatau mencatatkan Nilai Volcanic Explosivity Index (VEI) terbesar dalam sejarah modern.
Satu-satunya kesaksian tentang kedahsyatan dan dampak dari letusan Gunung Krakatau ditulis dalam Judul Syair Lampung Karam yang ditulis oleh Mohammad Saleh. Tetapi pada edisi-edisi berikutnya terdapat variasi pada judul tersebut. Kemunculan Gunung Krakatau bisa dibilang cukup unik . Seiring waktu, Pulau Rakata, yang merupakan satu dari tiga pulau sisa Gunung Krakatau Purba tumbuh sesuai dengan dorongan vulkanik dari dalam perut bumi. Gunung Rakata terbuat dari batuan basaltik. Kemudian, dua gunung api muncul dari tengah kawah, yaitu Gunung Danan dan Gunung Perbuwatan yang kemudian menyatu dengan Gunung Rakata yang muncul terlebih dahulu. Persatuan ketiga gunung api inilah yang disebut Gunung Krakatau.
Salah satu buku fantasi besutan pengarang luar mengambil setting lokasi di Gunung Krakatau. Sayangnya buku kedua yang menjelaskan kejadian seru di sana hingga saat ini belum atau malah tidak jadi diterjemahkan. Mungkin penerbitnya menganggap buku pertama tidak sesuai dengan target penjualan yah…sehingga nasib buku selanjutnya nanti dulu………..
Sempat masuk dalam 7 keajaiban dunia, keberadaan Candi Borobudur di tanah air patut kita banggakan. Betapa tidak dengan luas 15.192 meter persegi, disusun dari 55.000 meter kubik batu dari sekitar 2 juta potong, candi ini masih bisa bertahan dari alam dan manusia. Berat keseluruhan candi mencapai 3,5 juta ton. Tinggi candi dari permukaan tanah sampai ujung stupa induk adalah 42 meter namun setelah tersambar petir, saat ini tingginya hanya tinggal 34,5 meter.
Candi Borobudur diperkirakan dibangun sekitar Abad VIII atau tahun 824 Masehi. Sejarah candi ini terekam pada Prasasti Karang Tengah zaman Raja Samaratungga dari wangsa Syailendra. Candi ini terletak di atas perbukitan di Desa Borobudur, Mungkid, Magelang atau 42 km sebelah laut kota Yogyakarta. Dikelilingi Bukit Manoreh yang membujur dari arah timur ke barat. Sementara di sebelah timur terdapat Gunung Merapi dan Merbau, serta disebelah barat ada Gunumg Sindoro dan Gunung Sumbing.
Nama Candi Borobudur berasal dari gabungan kata Boro dan Budur. Boro berarti “Vihara” komples candi atau Bihaar atau asrama dalam Bahasa Sansekerta ( Menurut Purwacaraka Dan Stuten Herm ) Adapun Budur berasal dari kata “ Bedudur” yang artinya di atas dalam Bahasa Bali. Maka nama Borobudur bisa diartikan sebagai asrama atau Komplek Candi yang terletak di atas Bukit
Sir Thomas Stamford Raffles , Letnan Gubernur Jendral Inggris yang berkuasa pada tahun 1811 M – 1816 M, patut diberi ucapan terima kasih. Karena berkat jasanya, candi ini bisa ditemukan kembali pada tahun 1814. Namun baru tahun 1834 Residen Kedu melakukan pembersihan rumput liar dan ilalang disekitar candi sehingga memperlihatkan wujud aslinya.
Candi Borobudur tidak hanya diperindah dengan relief dan ukiran namun juga dengan patung-patung yang bermutu tinggi. Patung-patung tersebut menggambarkan Dhayani-Budha yang terdapat pada bagian Rupadhatu dan Arupadhatu. Semakin tinggi tingkatannya, maka semakin kecil ukurannya.
Candi Borobudur merupakan tiruan dari kehidupan pada alam semesta yang terbagi ke dalam tiga bagian besar yaitu :
1. Kamadhatu, mewakili alam bawah atau dunia hasrat dalam dunia ini manusia terikat pada hasrat bahkan di kusai oleh hasrat kemauan
dan hawa nafsu, Relief – relief ini terdapat pada bagian kaki candi asli yang menggambarkan adegan – adegan Karmawibangga ialah
yang melukiskan hukum sebab akibat.
2. Rupadhatu, mewakili alam semesta antara dunia rupa dalam hal manusia telah meninggalkan segala urusan keduniawian dan
meninggalkan hasrat dan kemauan bagian ini terdapat pada lorong satu sampai lorong empat
3. Arupadhatu, mewakili alam atas atau dunia tanpa rupa yaitu tempat para dewa bagian ini terdapat pada teras bundar ingkat I, II, dan
III beserta Stupa Induk.
Sekilas patung-patung Budha yang ada nampak serupa. Namun sesungguhnya ada perbedaan pada sikap tangan atau disebut Mudra. Dalam candi ini, ada 6 macam , namun karena kedua macam Mudra yang dimiliki oleh patung menghadap semua arah maka pada umumnya menggambarkan maksud-maksud yang sama. Maka Mudra yang pokok adalah:
1. Bhumispara Mudra
Melambangkan saat Budha memanggil Dewi Bumi guna menjadi saksi saat menangkis semua serangan
iblis Mara
2. Wara Mudra
Melambangkan amal, memberi anugrah. Patung ini umumnya menghadap ke Selatan
3. Dyana Mudra
Melambangkan sikap sedang semedi. Patung ini umumnya menghadap ke barat
4. Abhaya Mudra
Melambangkan sikap menenangkan. Patung ini umumnya menghadap ke utara
5. Dharma cakra Mudra
Melambangkan gerakan memutar roda dharma.
Buku ini menyebutkan bahwa W.O.J Nieuwenkamp seorang pelukis berkebangsaan Belanda menyatakan bahwa candi Borobudur bukan dimaksud sebagai bagunan stupa melainkan sebagai bunga teratai yang mengapung di atas danau. Saya jadi teringat akan sebuah buku fiksi yang mengisahkan hal serupa. Bahwa di dalam candi ada sebuah danau yang luas namun hampa udara.
Buku ini memberikan saya banyak tambahan wawasan. Saya ternyata belum cukup mengenal tanah air tercinta ini. Sayangnya kualitas gambar yang ada dalam buku ini kurang baik. Tidak perlu berwarna asal enak dilihat. Saya masih punya beberapa pertanyaan seputar tanah air tercinta ini, semoga di buku-buku yang lain saya bisa menemukan jawabannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar