Judu : Un Dans L’Eternite / Telur Surga
Pengarang : Jaladara/ Wigi Azkiyanti
Penyunting : Kuswinarto
Perancang Sampul : Dani Ardiansyah
Penata Isi & : Adi Toha
Pemeriksa Aksara
ISBN : 978-602-97574-0-8
Halaman : 130/130
Terbit : Agustus 2010
Abatasa Publishing (http://abatasa.org/)
Kita mungkin masih ingat bagaimana nasib para pekerja kita yang diusir keluar dari negara tetangga. Beberapa saat yang lalu kita kembali dihebohkan dengan berita seorang tenaga kerja kita , pahlawan devisa, pulang dalam keadaan yang mengenaskan. Belum habis rasa terkejut, muncul berita ditemukannya mayat di dekat tempat sampah. Sebagai pelengkap, sebuah televisi swasta membuat liputan mengenai nasib pekerja kita yang hidup di kolong jembatan di negeri orang. Saat layar kaca penuh dengan berita penderitaan para buruh, buku ini menawarkan sesuatu yang lain. Buku ini, bercerita bagaimana para BMI (Buruh Migran Indonesia) yang bernasib (lebih) beruntung. Bagaimana mereka mampu menyiasati kehidupan di tempat mereka mencari rejeki secara halal, bahkan mampu berprestasi di bidang pendidikan.
Dua sisi buku yang saling berdiri sendiri membuat buku ini menjadi unik. Seakan dua buah buku direkatkan menjadi satu. Memang penerbitan seperti ini bukan hal baru. Namun yang membedakan buku ini dari buku sejenisnya adalah buku ini dibuat oleh dua orang pengarang yang berbeda.
Buku ini merupakan kumpulan cerpen karya Jaladara dan Wigi Azkiyanti . Keduanya adalah BMI Hong Kong. Belum banyak yang mengetahui bahwa mereka berdua adalah segelintir orang dari sekian banyak penulis dari kalangan BMI Hong Kong. Sebuah ceruk pasar yang belum banyak dilirik penerbit. Sebuah tambang intan yang belum banyak diketahui keberadaannya.
Un Dans L’Eternite.
Un Dans L’Eternite merupakan karya Jaladara, nama pena dari seorang gadis berjilbab manis. dengan segudang prestasi di rantau. Karya Jaladara pertama kali saya kenal justru saat mendapat kesempatan mengintip draf buku Fantasi Fiesta 2010. Karyanya disana cukup menarik dan menawarkan sesuatu yang berbeda. Demikian juga dalam Un Dans L’Eternite, Satu dalam Keabadian.
Dalam buku Un Dans L’Eternite, Jaladara menawarkan 6 buah cerita, yaitu: Kembali Padamu, Ibu ; Pertemuan Pertama yang Terakhir; Mengintip Permainan Takdir; Bu Guru Marni ; Aulia Maharani serta tentunya Un Dans L’Eternite
Cerita Kembali Padamu, Ibu merupakan cerita favorit saya. Ini cerita tentang bagaimana seorang ibu membesarkan anaknya seorang diri. Akibat emosi semata, selama bertahun-tahun ia kehilangan anaknya. Saat sang anak kembali, ia melihat betapa berbedanya kehidupan sang anak. Sebagai seorang ibu, ia ingin memeluknya. Namun akal sehatnya berkata lain, ia sadar akan lebih jika ia tetap kehilangan sang anak. Sakit memang, tapi seorang ibu akan melakukan yang terbaik bagi anaknya. Bahkan walau itu melukainya.
Sang anak ternyata adalah anak yang sangat berbakti, walau ditolak kehadirannya ia tetap berusaha berbakti. Bahkan berjuang mencari ibunya atau bahkan jasad ibunya saat terjadi bencana Tsunami di Pangandaran. Simak saja bagaimana doa yang dipanjatkannya, ” Ya Allah. Aku tak layak mendapat ampunan-Mu. Aku anak durhaka. Jika surga-Mu benar-benar di telapak kaki ibu, maka aku tak layak sedikit pun untuk memasukinya. Ya, Allah. Perkenankan aku untuk satu kali saja bertemu ibuku. Selamatkanlah ia, jagalah ia, ya Allah. Jika pun ia telah tiada, perkenankanlah aku untuk menemukan jasadnya, izinkanlah aku menghormati ibuku untuk terakhir kalinya. Aku berserah pada-Mu, ya Allah.” Sungguh menyentuh!
Jika Kembali Padamu, Ibu berkisah mengenai kasih seorang ibu, maka mengintip Permainan Takdir justru berkisah mengenai kasih sayang seorang ayah. Seorang ayah yang menghadiahi anaknya sebuah perpustaan dengan 7.000 buku kesukaan sang anak. Seorang ayah yang merasa hidupnya tak berharga semenjak ditinggal istrinya, jika bukan karena sang anak, maka sang ayah tak akan lama bertahan.
Pemilihan kata, cara bercerita serta karakter para tokoh terasa kuat dalam cerita ini. Semuanya mengalir dengan baik. Alur yang dibuat maju-mundur memberikan efek yang dramatis.
Jaladara terlihat sangat menghormati kedua orang tuanya dengan membuat cerpen ini. Ia seakan ingin bersikap adil dengan membuat sebuah kisah untuk ibu dan satu untuk ayah. Sesuatu yang jarang terjadi, dimana kadang tanpa disadari seorang anak akan menjadi anak ayah atau anak ibu.
Buku ini menawarkan sebuah siraman jiwa yang dibalut apik dalam sebuah bacaan yang menghibur. Jaladara terlihat piawai dalam memainkan emosi pembaca, memilih serta menempatkan kata. Selain Winni, mungkin hanya ia yang bisa membuat saya mendapat malu di Transjakarta, karena tanpa sadar menitikan air mata saat membaca cerpen Kembali Padamu, Ibu.
Telur Surga
Telur Surga merupakan buah karya Wigi Azkiyanti, seorang gadis yang bercita-cita menjadi dokter namun terdampar di negara orang. Telur Surga juga berisi 6 buah cerita, yaitu; Telur Surga; Aku pun Mencintai Kekasih-Mu; Karena Cinta-Nya; Tragedi di Flat Tua; Cinrtaku Tak Kunjung Hadir; Sang Penjaga.
Wigi menawarkan sesuatu yang sangat berbeda dengan yang ditawarkan oleh Jaladara. Keduanya memiliki karakter yang khas. Wigi meramu hal-hal yang sering terjadi di sekitar kita secara religius namun tidak berkesan sok tahu apa lagi menggurui, hanya sekedar berbgai pengetahuan tepatnya. Buat mereka yang meyukai cerita serupa Ayat-ayat Cinta, wajib melirik karya Wigi.
Cerita yang ditawarkan sebenarnya merupakan hal yang bisa kita temui disekeliling kita. Simak kisah Karena Cinta-Nya, disana terlihat sebuah rencana perkawinan harus batal . ” ... Kami tidak boleh menikahkan anak kami lebih dari empat istri. Semoga kita semua dapat memahaminya...” Tengok disekeliling kita, banyak orang yang beristri lebih dari empat namun tetap ingin memiliki istri lagi. Dan mereka bukannya orang yang tidak memiliki pegetahuan agama.
Lalu pada bagian lain dalam cerita yang sama menyebutkan bagaimana Ely, sang tokoh, harus bertugas menjaga anjing, hingga untuk menjalankan ibadah sholat ia harus melakukan di tempat yang terbebas dari unsur anjing, dan itu hanyalah kamar mandi. Ironi sekali, sementara di sekeliling kita dimana kebebasan menjalankan ibadah dijamin, justru banyak yang meninggalkan ibadah dengan alasan sibuk kerja.
Kisah Aku pun Mencintai Kekasih-Mu, membuat saya meringis. Tengok saja betapa banyak orang yang tak pandai menahan diri dan mengelola uang sehingga terjerat hutang kartu kredit. Atau berapa banyak yang bangkrut karena tergoda iming-iming investasi singkat dan hasil memukau. Mungkin saya atau anda tanpa kita sadari pernah nyaris berada, pernah berada atau justru sedang berada dalam posisi itu.
Dalam Sang Penjaga, saya sempat dibingungkan oleh sebuan hal kecil. Pada halaman 111 disebutkan bahwa Hany dan Yenti berbaring di kasur masing-masing. Hany membaca buku hingga tertidur. Sementara di halaman 118 disebutkan setelah belanja di Indo Maret, mereka menaruh semua yang dibeli pada tempat masing-masing lalu beristirahat di kamar masing-masing. Mungkin saya yang terlewat, tapi saya tidak ingat membaca ada bagian yang menyebutkan mereka akhirnya menyewa 2 buah kamar yah, bukan berbagi 1 buah kamar.
Bagaimana juga, kedua gadis berbakat ini patut diberi acungan jempol. Keduanya masih sempat menghasilkan sebuah karya disela-sela kesibukan kerja dan kuliah mereka. Semoga karya-karya mereka segera bisa dinikmati tidak hanya oleh BMI Hong Kong namun juga pembaca di tanah air.
Sungguh salut pada Abathasa Publishing, mereka cukup jeli melihat sebah peluang. Dengan sekian banyak BMI di Hong Kong, banyangkan berapa calon potensial pembaca yang bisa dirangkul. Unsur kedekatan secara emosi serta minimnya waktu libur membuat sebuah buku karangan sesama BMI lebih cepat diterima. keduanya merpakan unsur yang perlu dikelola dengan baik
--------------------
Setelah pas 8 hari akhirnya ada juga buku yang bisa direpiu he he he
Selama ini sih tetap baca sekitar 3 buku. Tapi buku-buku lama yang jika direpiu malah bikin aku bingung.
Bingung musti jawab,belinya dimana? Lah itu aja dapatnya perjuangan kayak nyari sembako he he he
Untung ada buku ini
Jadi saya kembali bisa belajar ^_^
Thx buat Ki Ageng & Jaladara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar