Judul: Unmong, a Youngman Become a Housemaker
Penulis: Kang Seonwoo
Penerjemah: Dewi Ayu Ambar Rani
Penyunting: Romana A.
ISBN: 9786238371129
Halaman: 312
ISBN: 9786238371129
Halaman: 312
Penerbit: Penerbit Baca
Harga: Rp105.000,-
Harga: Rp105.000,-
Rating: 3.25/5
Saat saya remaja, puluhan purnama lalu, tak terhitung berapa kali saya mendengarkan komentar tentang pembagian pekerjaan dalam rumah tangga. Istri mengurus keluarga dan rumah, seperti memandikan anak, menemani belajar, memasak, mencuci, membersihkan rumah, dan aneka pekerjaan domestik lainnya. Sementar suami, bertugas mencari nafkah dan memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Tak terhitung juga, berapa kali saya berkomentar tentang bagaimana pembagian pekerjaan jika sang istri juga bekerja? Beragam jawaban yang saya terima. Namun sebagian besar menganggap pertanyaan saya aneh. Jika perempuan juga bekerja dan membantu perekonomian keluarga, maka ia harus pandai-pandai membagi waktu sehingga tetap bisa mengurus semua "tugasnya", begitu kebanyakan jawaban yang saya terima.
Waktu berlalu, belakangan pekerjaan domestik rumah tidak hanya menjadi urusan perempuan. Urusan domestik juga sudah merupakan hal yang biasa jika dikerjakan oleh kedua belah pihak. Sudah dianggap menjadi keahlian dasar untuk hidup.
Mungkin, sosok pria yang alih-alih menjadi pencari nafkah, malah mengurus rumah, masih merupakan hal yang tak lazim dilihat orang di sini. Tapi sepertinya demikian juga dengan sosok Unmong di Jepang.
Dalam buku ini, kita diajak berkenalan dengan Unmong, si tokoh utama kisah. Sebagai satu-satunya anak laki-laki dan bungsu pula, sang ibu menaruh harapan besar padanya. Ia diharapkan menjadi seorang pengacara sukses. Demi memenuhi harapan sang ibu, Unmong belajar giat hingga diterima di Seoul Nasional University-SNU, salah satu universitas bergengsi di Korea.
Sayangnya, Unmong malah tertarik dengan dunia teater. Masalahnya, rasa ketertarikan dengan kemampuan adalah dua hal yang berbeda. Unmong bisa diakui sebagai orang yang tertarik dan menikmati teater, namun untuk kemampuan, bisa dikatakan biasa saja jika buruk dianggap kata yang kejam
Bersama Senior Jang dan beberapa rekan lain mereka berencana untuk mengadakan sebuah pertunjukan teater. Soal dana untuk persiapan melakukan pementasan diperoleh dari patungan Sepertinya keberutungan belum berpihak pada mereka. Bendahara yang bernama Woo Chanhee malah membawa kabur uang tersebut.https://www.goodreads.com/ book/show/205477644 |
Pada suatu kesempatan, tak sengaja ia melihat Woo Chanhee dan segera mengejar. Celakanya Unmong tertabrak mobil! Siapa yang bisa mengira kebetulan yang terjadi. Mobil tersebut berisi Jaeyoung-kakak yang selama ini bermusuhan dengannya, dan sahabatnya-Kangseo.
Sambil menunggu kesembuhan dirinya, Unmong tinggal di rumah mereka. Karena merasa tidak enak menumpang gratis di rumah itu, keseharian ia habiskan dengan membersihkan rumah. Ditambah, ia merasa gemas melihat kondisi rumah, kedua gadis tersebut bisa dikatakan tidak tahu bagaimana cara membereskan rumah.
Hasil beres-beres rumah menunjukkan bahwa ternyata ia berbakat dalan urusan mengurus rumah. Ternyata sejak kecil Unmong sudah biasa mengerjakan pekerjaan rumah, terutama ketika Ibu berbaring sakit.
Kejutan! Unmong juga bisa menulis. Bukunya telah diterbitkan walau tidak sukses. Lumayan untuk menambahkan informasi dalam resumenya. Pada akhirnya Unmong harus mengakui bahwa ia memang tidak cocok dengan dunia teater, dan tak akan kuliah hukum lain. Ia memutuskan bahwa menjadi homemaker adalah hal yang paling tepat untuknya.
Meski banyak tokoh yang muncul, seluruhnya memiliki benang merah yaitu Unmong. Mereka semua terhubung dengan Unmong dengan berbagai cara. Ada yang memang adalah kakak kandung, tapi ada juga yang melalui pertemanan.
Tidak hanya tentang bagaimana kehidupan Unmong, kehidupan para tokoh juga menjadi bacaan yang menarik. Minimal, pembaca bisa mendapat inspirasi dari bagaimana orang menjalani kehidupan. Kegagalan dan duka adalah hal yang harus dihadapi dengan tegar, karena merupakan bagian dari kisah hidup.
Perihal kesehatan mental juga diselipkan dalam buku ini. Ternyata apa yang terlihat baik-baik saja tidaklah demikian adanya. Tentang kasih ibu juga beberapa kali diungkapkan dalam kisah. Terutama mengingat bagaimana perlakuan Ibu pada Unmong. Dan bagaimana sahabat kakaknya yang menjadi orangtua tunggal berusaha ibu terbaik bagi anaknya.
"Ini baru permukaan. Bisakah aku menjadi ibu yang baik dan bukan hanya menyandang status sebagai seorang ibu?"-hal 159-
"Semua ibu pada akhirnya menjadi ibu yang baik, karena mereka seorang ibu ...."
Pada halaman 275 tertulis nama kota Balikpapan. Salah satu tokoh menceritakan bahwa ia tertarik dengan nama kota itu kemudian pergi ke sana. Di Balikpapan, ia bekerja menjadi barista pada malam hari dan melukis pada pagi hari. Pemandangan kafe yang digambarkan, menimbulkan rasa nyaman.
Entah kenapa, saya merasakan agak kesusahan menikmati kisah. Bisa karena kisahnya seakan hanya berpusat pada Unmong, atau karena bahasanya yang seakan datar bagi saya. Butuh waktu agak lama bagi saya untuk menuntaskan buku ini.
Sumber Gambar:
https://www.goodreads.com/