Judul:
Apartemen 666
Pengarang:
Sybill Affiat
Penerbit:
Stiletto Book
Cetakan:
I, Januari 2013
Tebal:
202 halaman
Aku berada di ambang antara ...
Waktu yang berjalan dan yang tidak berjalan.
Aku telah mati.
Namun tak mati
Kover buku tipe begini tidak akan
saya lirik jika sedang melancong ke toko buku. Tulisan judul serta gambar jelas mencerminkan isi buku
berkisar tentang kisah apa. Mengingatkan saya pada kover buku tentang Om Pocong
dan Tante Kunti, bacaan yang belum bisa
saya nikmati. Karena instruksi DION YULIANTO maka saya baca buku ini *mulai asah garpu dan menyiapkan pecut api*
Tapi gambar sepatu hak tinggi eh stiletto sebenarnya di pojok kanan atas
mencuri perhatian saya, kontras dengan kesan buram yang disajikan. Menandakan ada unsur perempuan atau bahkan tokoh utamanya perempuan dalam kisah ini. Seandainya warna sepatu itu lebih terang seperti merah
menyala atau kuning tentunya lebih menarik perhatian. Ternyata itu simbol penerbit khusus bagi perempuan.
Pemilihan judul memang mengundang rasa
ingin tahu. Dalam http://www.akhirzaman.info/counter-culture/simbol/1951-misteri-angka-setan-q666q.html
disebutkan antara lain, angka 666 dalam bhs Latin bisa diartikan sebagai
DIC LVX = "dicit lux" - suara cahaya. Maklum setan dalam bhs Latin
sering diberi nama sebagai Lucifer (Lux Ferre) atau sipembawa cahaya. Dalam
istilah astrologi disebut juga sebagai Bintang Fajar atau Venus atau planet
ke-enam terbesar dalam tata surya kita.
Dalam kisah ini angka tersebut mengacu
pada saat pembangunan lokasi kejadian dimana sebagian besar cerita ini berlangsung, tahun 1666. Hubungan antara
tahun kejadian serta asal mula lokasi ternyata sangat erat dengan angka
tersebut. Dulu tempat itu adalah tempta angker, cocok dengan makna 666.
Konyolnya saya, pada awalnya mengira sang
penulis adalah laki-laki. Maaf yah Mbak he he he. Setelah membaca ini penerbit khusus perempuan baru saya
menyadari kesalahan saya. Sebagai sesama perempuan ijinkan saya “membantai” buku ini.
Penulis menuangkan
kisah tentang kehidupan seorang anak manusia bernama Samara. Betul khan tokohnya perempuan. Ia harus menanggung derita
akibat sakit hati leluhurnya yang menderita dikarenakan perbuatan bejat orang
lain. Sang leluhur yang begitu sakit hati berniat untuk memperbanyak keturunan
guna membalas sakit hati bagi keturunan mereka yang menyakitinya dahulu.Sungguh kondisi yang mengenaskan, bukan mau mereka dilahirkan dari garis keturunan seperti itu. Jika bisa memilih mereka pasti ingin dlahirkan sebagai keturunan penguasa kaya raya yang dicintai rakyatnya. Kisah klise Om Pocong dan Tante Kunti nih ^_^
Awalnya hidupan
Samara dan Bisma, suaminya biasa-biasa saja. Sebagai anak perempuan tunggal sudah kewajibannya menjaga dan merawat ibunya yang menderita sakit hingga meninggal.
Cuti tanpa bayarannya selama dua bulan ternyata membuat ia di PHK dari kantor.
Berbagai kesialan
menimpa Samara dan suaminya. Kontrak
kerja baru yang mendadak batal, order fotografi sang suami yang mendadak raib, tabungan yang
kian menipis hingga kontrak rumah yang habis. Sebuah lowongan yang nyaris terlupakan dari mantan atasan Samara menjadi
harapan terakhirnya.
Sepertinya saat itulah berbagai urusan mistis mulai terjadi. Hal ini sempat
membuat saya bingung. Rentang waktunya nyaris tujuh bulan sejak ditawarkan. Kondisi normal tentunya posisi tersebut bisa saja
diisi oleh pelamar yang lain. Karyawan yang lain bisa saja curiga jika selama itu tidak ada calon
yang kompeten. Sepertinya harus sabar dulu.
Kondisi perusahaan
yang digambarkan stabil selama nyaris satu abad sungguh mengherankan saya.
Padahal dunia pereknomian mengalami berbagai situasi yang tak menentu. Gambaran
yang terlalu berlebihan bagi sebuah perusahaan.
Di perusahaan baru
tersebut Samara mendapat berbagai macam fasilitas yang semula mengusik hati
suaminya. Bisma berpendapat bahwa segala sesuatu yang diberikan dengan
cuma-cuma dalam arti tidak harus membayar sejumlah uang, pasti akan ada timbal
balik dalam bentuk lain. Prinsip hebat ini bergeser kelak. Ternyata sosok Bisma
tidak setegar yang digambarkan penulis.
Salah satu hal yang mengusik Bisma adalah fasilitas Apartemen 666 yang mewah. Mereka berdua hanya perlu membawa pakaian saja karena semua kebutuhan dari peralatan rumah tangga hingga perlengkapan mandi sudah tersedia di sana. Saya sedikit bingung saat mendapati istilah “mengulurkan lengan” pada halaman 58, mungkin karena persepsi saya dan penulis
yang berbeda.
Ternyata apa yang
dikhawatirkan Bisma menjadi kenyataan. Samara melakukan hal-hal terlarang demi
memuaskan keinginan atasan barunya. Hanya aneh, pada halaman 71 tergambar
betapa Samara begitu terpukul akan perbuatannya, kontras dengan yang diuraikan
pada halaman 72. Pada halaman itu tergambar betapa masa bodohnya Samara dengan perbuatannya. Ia
bahkan merasa bangga dengan kesuksesannya yang diperoleh dengan cara bejat!
Jangan pernah melihat segala sesuatu dari luarnya
saja.
Segala sesuatu tidak selalu seperti yang terlihat.
Harusnya Samara ingat
akan petuah sang ibu.Tidak yang terlihat mewah di luar juga indah di dalam.
Harusnya Bisma tetap berpegah teguh pada prinsipnya. Tidak ada yang gratis di muka bumi ini.
Harusnya pemuda-permuda brandal itu tidak memperkosa gadis lugu itu. Harusnya tidak ada cinta terlarang antara gadis pribumi dengan prajurit Belanda. Harusnya….
Tapi buat apa
menyesali perjalanan hidup. Samara harus bangkit! Ia harus menentukan pilihan,
bukan hal yang mudah. Kisah perjalanan Samara dan Bisma ditutup dengan adegan
yang ngak banget mengambil istilah
ABG. Akhir kisah yang sengaja dibuat demikian seakan menunggu tanggapan pasar. Jika
bagus, mari dilanjutkan buku kedua, ketiga dan seterusnya. Jika tidak, biarkan
pembaca berimajinasi sendiri.
Harus diakui akhir yang begini lebih menarik dari akhir kisah Tante Kunti dan Om Pocong yang sering saya temukan, semua kembali berjalan normal. Sungguh standar.
Secara keseluruhan,
kisah dalam buku ini mengandung pesan moral yang lumayan banyak. Hanya saya
bingung, dimana unsur horornya yah? Mungkin kadar kengerian saya terlalu tinggi
hingga tidak merasa ngeri dengan aneka adengan mistis yang terkandung dalam
buku ini.
Urusan sinopsis tidak
jadi masalah. Sudah menggugah rasa ingin tahu pembaca. Minimal saya yang semula
ragu melihat kover, bisa tergoda untuk merobek plastik pembungkus dan mulai
membaca.
Pada http://id.wikipedia.org, disebutkan bahwa apartemen, flat atau rumah pangsa merupakan
sebuah model tempat tinggal yang hanya mengambil sebagian kecil ruang dari
suatu bangunan. Suatu gedung apartemen
dapat memiliki puluhan bahkan ratusan unit apartemen. Istilah apartemen
digunakan secara luas di Amerika Utara, sementara istilah flat digunakan
di Britania Raya dan negara-negara
persemakmuran.
Salah satu buku tentang ilmu tata ruang ala China yang saya baca menyebutkan bahwa sangat dilarang meletakan kaca, meja rias berkaca berhadapan langsung dengan tempat tidur hingga bsia terpantul diri kita yang sedang tidur. Tidak diperkenankan juga di sebelah tempat tidur. Salah satu teman saya yang cukup paham hal ini menyatakan bahwa jika itu terjadi, tanpa sengaja aura kita akan tersedot ke dalam kaca lalu terpantul kembali, hingga bisa saja aura negatif orang yang ada di sekitar kita ikut tersedot lalu terpantul mengenai kita. Kurang lebih semacam itu. Kondisi ruangan yang digambarkan banyak terdapat cermin langsung membuat saya ingat pada hal tersebut.
Sekedar usul, kenapa tidak kembali ke kampus? Rangkul
perpustakaan almamater Anda, adakan kegiatan bedah buku, sumbang 1-2 buku untuk
koleksi perpustakaan, bagi tips menulis kisah.
Undang sahabat-sahabat Anda
jadikan juga sebagai ajang reuni mengenang masa lalu saat masa depan masih
merupakan bayangan. Dari penerbit selain promosi buku Anda juga bisa sebagai
ajang promosi dan penjualan buku-buku terbitan mereka.
*Simpan garpu yang selesai diasah dan matikan bara pecut api*
Mari giatkan penerbitan khusus dunia perempuan!