Jumat, 04 April 2014

Review 2014 #22: Ke Pasar-pasar Tradisional di Jawa Tengah Yuk!


Judul Asli: Bedah Pasar Seputar Jawa Tengah
Pengarang:  Aris Suryadi
Editor: Intarina Hardiman
Foto: Bona, Boni dan Reza
ISBN: 978-979-22-6805-8
Halaman: 104 
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama

Pasar adalah tempat bertemunya penjual dan pembeli.  Pertemuan tidak harus dalam arti pertemuan secara fisik. Pasar luar negeri misalnya, menggambarkan hubungan antara permintaan dalam negeri akan produk import serta penawaran ke luar negeri untuk produk eksport. Pasar uang yang ditransaksikan adalah hak menggunakan uang untuk jangka waktu tertentu. 

Sekali dalam seumur hidup seseorang pasti pernah pergi ke pasar. Mall juga pasar, karena di mall terjadi pertemuan antara penjual dan pembeli yang menghasilkan sebuah kesepatakan. Bisa dikatakan mall merupakan pasar yang ditata secara moderen. Lokasi berada dalam dalam ruang/bangunan yang tertutup dan menggunakan aneka fasilitas moderen seperti AC dan tangga berjalan. Umumnya harga yang diberikan adalah harga pas. Pembeli melakukan pembelian secara mandiri/swalayan atau dilayani oleh pramuniaga. Barang yang dijual lebih kepada barang yang bertahan lama.

Tak boleh dilupakan adalah pasar tradisional. Pasar tradisional  ditandai dengan pembeli serta penjual yang bertemu secara langsung. Proses jual-beli biasanya melalui proses tawar menawar harga, dan harga yang diberikan untuk masih dapat ditawar. Barang yang dijual lebih pada kebutuhan pokok. Lokasi pasar tradisional dapat berada ditempat yang terbuka atau bahkan dipingir jalan. Dahulu pasar tradisional berkesan becek dan kotor, belakangan pemerintah mulai melakukan pembenahan sehingga lebih rapi dan nyaman

Buku ini memberikan panduan tentang  beberapa pasar yang ada di Jawa Tengah terutama empat kota besar yaitu Surakarta, Semarang, Yogyakarta serta Pekalongan. Pasar yang diulas terutama sekali adalah pasar yang dianggap populer didaerah tersebut.

Pasar Klewer misalnya. Pasar tersebut sudah berdiri sejak lama. Berbagai jenis batik bisa  kita temui. Dari sekedar kain batik, batik meteran, daster batik hingga bra dan bikini batik yang paling digemari para turis asing. Terdapat juga  lurik serta perlengkapan busana Jawa lengkap. Di luar pasar, kita bisa menemukan aneka panganan khas Solo, sebutan yang sering digunakan orang  untuk Surakarta. Terdapat juga aneka tempat penjualan masakan khas Solo yang sudah buka sejak pagi. Beberapa malah sudah menjadi penjual generasi kesekian.

Setiap pulang ke Solo, saya selalu mampir ke Klewer. Apa lagi jika tidak untuk membeli setelan kulot batik untuk di rumah serta brem khas Solo yang berbentuk bundar. Jika rasa lapar datang, saya sering mampir disebuah warung makan yang berada sederetan dengan pos keamanan, menu beragam hingga saya bisa memilih yang cocok dengan lidah saya.  Kebetulan lidah saya lebih memilih rasa pedas dari pada gurih. Selesai makan saya sering memesan taxi dengan bantuan petugas pos keamanan, tentunya dengan tak lupa sekedar memberikan penggantian pulsa. Suwun ngih pak.

Belakangan, saya masih tetap ke Klewer untuk membeli dua kebutuhan khusus itu serta kain batik cap. Tapi untuk pakaian jadi untuk ke kantor dan lainnya ada pilihan lain yaitu Pusat Grosir Solo (PGS) dan terbaru Beteng Trand Center (BTC). Harganya tidak berbeda jauh dengan Klewer namun model yang ditawarkan lebih menarik. 

Suasana  di PGS memang lebih mirip pusat pembelanjaan di kawasan kota sehingga turis jarang ada yang terlihat. Di PGS kadang harga yang ditawarkan adalah harga pas bahkan beberapa toko menempelkan tulisan harga dan kata pas. Sementara di Klewer, para turis bisa menikmati suasana pasar tradisional. Dari bau batik yang keras, suasana agak pengap hingga urusan tawar menawar. 

Sekedar informasi bagi yang belum pernah ke Solo jika pergi beramai-ramai maka taxi merupakan pilihan yang bijak karena menggunakan tarif minimum yang lebih murah jika  dibandingkan dengan becak. Tarif yang berlaku dibedakan pada hari raya dan libur nasional serta hari biasa. Jangan takut ditipu karena tarif tersebut ditempel di dekat argo. 

Bagi penyuka sepeda, jangan sampai tidak mendatangi Pasar Sepeda Pandak, Bantul. Letaknya tak jauh dari Sentra Batik Bantul. Sebelum berkunjung jangan lupa memperhatikan kalender dengan sistem penanggalan Jawa karena pasar tersebut hanya ada di hari pasaran Legi saja. Aneka sepeda model klasik bisa ditemui. Harganya juga beragam, bahkan ada yang sampai lima puluh juta rupiah. Banyak yang masih melakukan transaksi dengan menukar kambing dengan sepeda hingga saat ini.

Bagi yang kurang menyukai urusan tawar menawar, silahkan mengunjungi Toko Batik Mirota. Aneka barang tersedia dalam berbagai harga dan tipe. Tentunya dengan fasilitas tersebut harga yang ada lebih mahal sedikit dibandingkan dengan yang dijajakan pedagang kaki lima di seputar toko. Namun harga yang berbeda sediki dengan pelayanan yang diberikan akan terasa seimbang. Salah satu ciri khasnya yang lain adalah sering ada sosok seorang abdi dalam yang berdiri menyambut di pintu masuk toko. Bagi para turis, toko ini juga membagikan brosur dalam bentuk peta kota Yogyakarta serta obyek wisata yang bisa dikunjungi.

Satu tempat favorit saya di Yogyakarta adalah Pasar Buku di Komplek Taman Pintar. Selain bisa menemukan aneka buku baik baru dengan harga miring, buku seken dengan harga terjangkau hingga buku langka dengan harga fantastis, terdapat juga perpustakaan umum yang bisa dimanfaatkan oleh siapa saja. Lokasinya selain bersih dan nyaman penjualnya juga ramah.

Hingga saat ini saya tidak menemukan penjual yang memaksa orang yang lewat dengan pertanyaan cari buku apa, bahkan membuntuti hingga jauh sehingga mengganggu keinginan untuk melihat-lihat. Hal yang biasa dilakukan oleh pedagang buku di pasar buku di Jakarta. Entah karena berusaha bersikap ramah atau karena omset yang jauh dari harapan hingga terlalu bersemangat menawarkan dagangan.

Di Kota Perjuangan Semarang kita akan menemui Pasar Johar. Sejarah Pasar Johar Semarang dimulai lebih dari seabad yang lalu. Pada tahun 1860 terdapat pasar yang menempati bagian timur alun-alun ini dipagari oleh deretan pohon johar ditepi jalan. Dari sinilah nama Pasar johar itu lahir. 
 
Lokasi pasar ini disebelah barat pasar Semarang yang disebut sebagai Pasar Pedamaran, dan berdekatan pula dengan penjara sehingga menjadi tempat menanti orang yang menengok kerabat dan kenalan yang dipenjara. Pasar Johar menjadi semakin ramai dan memerlukan perluasan ruang. Setelah melalui proses pengkajian, akhirnya diadakan perluasan Pasar Johar dengan menebang pohon johar.   

Jika kita terpesona dengan batik tulis di Solo atau Yogyakarta namun tak harganya yang tak sesuai tak perlu gundah. Batik tulis memang menawan dan halus jika diraba, maka tak heran harganya lumayan tinggi. Tapi jangan kuatir, di Pasar Grosir Setono Pekalongan kita bisa menemukan aneka jenis serta motif batik printing yang tak kalah menawan dengan batik tulis.

Bahkan pembeli bisa memesan desain khusus, untuk seragam perusahaan misalnya. Jika diperhatikan warna batik Pekalongan agak berbeda dengan batik di Yogyakarta serta Solo. Di Pekalongan umumnya batik berwarna lebih cerah. Hal itu karena Pekalongan berada di dekat pantai dimana dahulu banyaknya pedagang dari Cina yang mampir untuk berdagang hingga membawa pengaruh budaya yang melebur dengan kebudayaan setempat.

Secara garis besar, pembaca memang bisa mengetahui  aneka pasar yang ada di Jawa tengah. Dimana lokasi tempat berbelanja yang cocok dengan ketersediaan dana namun mutu dan modelnya bagus. Tapi dengan aneka foto papan toko, bagi saya buku ini seakan menjadi katalog pembelian.Sementara informasi yang ada sangat minim sekali. Misalnya bagaimana cara sampai ke Klewer, berapa ongkos ke Pasar Bringharjo. Kenapa tidak ada peringatan tentang ulah tukang becak yang menolak membawa turis ke sana karena mengharapkan komisi dari toko batik. 

Ada beberapa hal yang sedikit membuat saya penasaran. Contohnya beberapa pasar hanya disebutkan terkenal tapi kurang dikupas apa kelebihannya. Pasar Johar di Semarang hanya disebutkan sebagai pasar yang dipertahankan dan tampak masih kokoh berdiri. Tapi kenapa turis harus mengunjungi ini tidak disebutkan secara jelas.

Pemilihan pasar juga menjadi pertanyaan saya. Dari sekian banyak pasar kenapa  pasar-pasar tersebut yang dimilih? Pusat penjualan  perak  Kota Gede yang terkenal tidak bisa kita temui dalam buku ini. Sementara Pasar Turisari di Kota Surakarta, Pasar Bengkonang di Kabupaten Sukaharjo, dan Pasar Cepogo di Kabupaten Boyolali yang ditetapkan sebagai pasar percontohan oleh Kemendag juga tidak ada dalam buku ini. Melinik saat terbit seharusnya ketiga pasar tersebut bisa dimasukan dalam buku ini.

Selanjutnya kata Sakti Mandraguna juga membuat penasaran saya. http://kamusbahasaindonesia.org menyebutkan bahwa sakti mandragu bermakna sakti yang luar biasa. Lalu dimana kesaktian pasar-pasar tersebut? Apakah karena berdiri sejak lama? Pasar Klewer  contohnya, lahir pada jaman susah penjajahan Jepang (1942-1945), sebagai kepindahan pedagang dari Pasar Banjarsari. Atau karena siapa yang pernah mengunjungi? Seperti Sentra Kerajinan Kulit Manding, Bantul yang pernah dikunjungi Wapres Yusuf Kala dan istri pada tahun 2006..

Terlepas dari kekurangan yang ada, buku ini bisa dijadikan bacaan bagi mereka yang ingin memulai usaha dagang kecil atau bisnis online.  Lokasi pasar serta barang yang dijajakan bisa dijadikan referensi dimana bisa mencari barang dagangan.


Sumber gambar:
http://sindoradiosemarang.com
http://seventransjogja.com/wisata-kerajinan

4 komentar:

  1. setauku Johar, terkenal karena variasinya yang lengkap sih mbak. Tapi jarang juga ke Johar, hahaha

    BalasHapus
  2. Aku malah belum pernah ke pasar johar. Cuma numpang lewat doang biasanya :)

    BalasHapus
  3. johar memang terkenal. tapi saya baru tahu kalau johar itu pasar.

    BalasHapus